TEMPO.CO, Sorong - Pemilik rekening gendut Rp 1,5 triliun, Labora Sitorus, menolak menyerahkan diri ke kejaksaan yang akan mengeksekusinya agar kembali ke penjara. “Saya tolak dengan tegas, saya tidak bersalah,” kata Labora di rumahnya di Jalan Panjaitan, Distrik Sorong Barat, Sorong, Papua, kemarin.
Terpidana kasus penimbunan kayu dan bahan bakar minyak yang membuat hakim Mahkamah Agung menghukumnya 15 tahun penjara ini mengatakan telah memegang surat bebas. “Kalau dibilang surat bebas itu tidak sah, saya pertanyakan sekarang, kenapa tidak sah? Lah, yang mengeluarkan itu, kan, pihak berwenang, seharusnya yang menandatangani surat itu yang mesti dipidana," ujarnya.
Menurut dia, dirinya tak pernah melarikan diri. Ia selalu berada di rumah. “Saya tidak pernah melarikan diri dan ada di rumah,” ujarnya. Karena itu, ia menolak disebut masuk dalam daftar pencarian orang. ”Kenapa saya harus disebut DPO? Saya salah apa sampai harus dicari seperti koruptor?” katanya.
Saat ditemui di kediamannya yang menyatu bersama pabrik pengolahan kayu di Kelurahan Rufei, Sorong Barat, Kamis petang, Labora terlihat tidak begitu segar. Kedua tangannya dibalut perban cokelat dan wajahnya kusut. Ia juga tak melempar senyum sedikit pun. “Saya sakit, sudah lima bulan kena stroke ringan. Saya tidak bisa mengangkat tangan atau berjalan. Semua kebutuhan saya dilayani, dari mandi sampai makan-minum,” ucapnya.
Dengan mengenakan baju batik merah, labora duduk di sofa panjang. Di sekelilingnya, beberapa orang berjaga. Di depan Labora, tidak begitu jauh di dalam ruangan sekitar 6 x 6 meter, terdapat beberapa meja dan sebuah unit komputer yang dioperasikan kerabatnya. “Saya ini bukan aiptu seperti yang dikabarkan, saya masih berpangkat bripka,” dia menjelaskan.
Labora heran dengan sejumlah petugas penegak hukum yang mengunjunginya untuk bernegosiasi. Menurut dia, seorang terpidana tidak bisa dibujuk persuasif. "Kalau saya dianggap bersalah, seharusnya saya langsung ditangkap, kenapa harus ada negosiasi?" ujarnya.
JERRY OMONA