TEMPO.CO, Cirebon - Wali Kota Cirebon Ano Sutrisno sakit, namun hingga kini belum ada surat keterangan sakit dari rumah sakit tempat Ano dirawat. Akibat sakitnya Ano, pemerintah di Kota Cirebon pun terganggu. "Sakitnya wali kota (telah) menggangu system pemerintahan," kata Ketua DPRD Kota Cirebon, Edi Suripno, Jumat 23 Januari 2015.
Menurut dia, sesuai dengan UU No 23 tahun 2014 tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah, DPRD Kota Cirebon akan menggunakan hak dan fungsinya. Diantaranya dengan mengirimkan surat resmi ke Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Jabar atas situasi yang saat ini tengah terjadi di Kota Cirebon.
Dari rapat koordinasi antara pihak eksekutif dan legisltif yang dilakukan hari ini diketahui jika surat keterangan medis mengenai kondisi kesehatan Wali kota Cirebon sudah dikeluarkan pihak rumah sakit sejak 9 Januari lalu. Surat keterangan medis itu pun diserahkan ke pihak keluarga.
Namun tanpa alasan jelas pihak keluarga wali kota dengan sengaja tidak memberikan surat itu kepada Pemkot Cirebon maupun Gubernur Jabar. Padahal surat keterangan medis itu sangat dibutuhkan untuk kelanjutkan pemerintahan di Kota Cirebon.
"Kalau keterangan medis itu sudah ada, itu sudah cukup jadi dasar untuk gubernur lapor ke mendagri dan menunjuk pelaksana teknis (plt) walikota," kata edi. Namun sayangnya hingga kini pihak keluarga masih menyimpan rapat surat keterangan medis itu.
Wali Kota Cirebon Ano Sutrisno sakit sakit sejak 17 November 2014 lalu. Bahkan akhir Desember 2014 dalam kondisi kritis Ano Sutrisno sempat dilarikan menggunakan ambulance menuju Rumah Sakit Siloam Tangerang.
Pemerintah kota Cirebon sudah dua kali melayangkan surat permintaan untuk mengetahui keterangan medis terkait sakitnya Ano Sutrisno. Namun hingga kini kedua surat itu pun tidak kunjung mendapatkan jawaban dari RS Siloam.
Akibat sakitnya Ano Sutrisno, pemerintahan di Kota Cirebon pun terganggu. Terutama karena adanya aturan baru mengenai perda SOTK di Kota Cirebon. Dalam perda itu menyebutkan adanya perubahan dalam struktur pemerintahan. Diantaranya staf ahli berubah menjadi lima orang dari sebelumnya hanya tiga orang serta sejumlah perubahan nama dalam struktur pemerintahan di Kota Cirebon.
Seharusnya terjadi mutasi besar-besaran sebelum 31 Desember 2014 sehingga anggaran pada APBD 2015 bisa terserap. Namun karena pada 31 Desember 2014 lalu hanya ada mutasi golongan II atau setingkat kepala dinas, asisten daerah dan staf ahli, akhirnya anggaran pun tidak bisa dicairkan.
Akibat anggaran tidak bisa dicairkan, sejumlah dinas pun hingga kini tidak memiliki dana operasional. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) pun terpaksa menggadaikan SK pengangkatannya untuk membiayai dana operasional di kantornya.
"Kalau tidak begitu, darimana kami bisa membiayai operasional kendaraan-kendaraan kami," kata Kepala Dinas DKP, Taufan Bharata. Jika kendaraan tidak dioperasionalkan, maka dipastikan sampah akan bertumpuk di berbagai penjuru titik di Kota Cirebon.
IVANSYAH
Terpopuler: