TEMPO.CO, Cianjur - Ayah Rani Andriani, Andi Sukandi, menyatakan, sebelum dieksekusi, anaknya hanya menitip satu wasiat yang disampaikan secara lisan. "Rani hanya berwasiat satu: ingin dikuburkan di samping pusara ibunya," kata Andi seusai pemakaman di Ciranjang, Cianjur, Jawa Barat, Ahad 18 Januari 2015.
Andi mengungkapkan bahwa anaknya tidak meminta apa-apa lagi. "Dia tegar menghadapi kematian. Dia kelihatannya sudah pasrah," katanya. Selebihnya, Andi enggan berkata-kata. Andi mendampingi anaknya sejak di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan hingga jenazah dibawa ke Ciranjang untuk dimakamkan. (Baca: Eksekusi Mati Rani, Jenazah Dikubur Dekat Ibunda)
Yudi Junadi, kuasa hukum Rani, tetap menyesalkan bahwa eksekusi itu dilatari vonis hakim yang kurang pertimbangan. "Usia Rani muda, bukan residivis, juga aspek psikologisnya," kata Yudi.
Yudi menganggap Rani, Olla, dan Deni merupakan satu paket dengan kasus hukum yang sama. "Kok, putusannya bisa beda? Grasi Olla dan Deni dikabulkan, kok, Rani malah ditolak?" ujar Yudi. Dia mengaku tidak tahu pertimbangan ketika grasi Olla dan Deni diterima, sementara Rani ditolak. "Ini yang harus dijelaskan oleh Presiden Joko Widodo kepada publik."(Baca: Mengaku Kurir, Jaksa Agung: Itu Alasan Klise)
"Tapi saya tetap tidak setuju dengan hukuman mati bagi siapa pun karena melanggar HAM dan tidak sesuai dengan aturan Amnesti Internasional," katanya.
DEDEN ABDUL AZIZ
Pakaian Putih, Terpidana Bertanda Tembak di Dada
Jika Budi Gunawan Batal Dilantik, Jokowi Pilih 8 Calon Ini
Romo Benny: Ada Hukuman Lebih Menyakitkan dari Mati
'Jokowi Jadi Presiden karena Mega, Itu Tak Gratis'