TEMPO.CO, Kediri - Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) Asosiasi Pondok Pesantren Nahdlatul Ulama Jawa Timur Gus Reza Ahmad Zahid menyatakan, hukuman cambuk kepada santri di Pondok Pesantren Urwatul Wutsqo, Desa Bulurejo, Kecamatan Diwek, Jombang, 100 persen kewenangan pondok. Karena itu, masyarakat tak bisa menilai hal itu secara hitam putih tanpa memahami makna penghukuman tersebut.
Sebagai Ketua Asosiasi Pondok Pesantren, Gus Reza langsung mendatangi Ponpes Urwatul Wutsqo setelah mendengar kabar beredarnya video hukuman cambuk melalui media sosial. Di pondok, Gus Reza meminta keterangan pengurus pondok, santri yang pernah menjalani hukuman cambuk, dan wali santri. “Saya ingin memahami maksud penerapan hukuman ini secara menyeluruh,” kata Gus Reza kepada Tempo, Rabu, 10 Desember 2014. (Baca: Jombang Dihebohkan Video Hukuman Cambuk Santri)
Hasilnya, pemberlakuan hukuman tersebut tidak dilakukan secara sepihak oleh pengurus. Setiap santri yang melanggar peraturan akan ditawarkan untuk menjalani hukuman cambuk atau dikeluarkan dari pondok. (Baca: Polisi Jombang Usut Video Santri Dihukum Cambuk)
Menurut Gus Reza, secara keseluruhan mereka telah memilih hukuman cambuk karena masih ingin belajar agama di pondok itu. Hal itu juga atas persetujuan orang tua santri yang diketahui pada saat pendaftaran. (Baca juga: Sanksi di Pesantren Ini: Diikat atau Dicambuk)
Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri ini menjelaskan, setiap pondok memiliki kewenangan menentukan aturan dan tata tertib untuk mengatur santrinya secara otonom. Biasanya aturan dan jenis hukuman ini disesuaikan dengan kondisi setiap pondok pesantren. (Baca juga: Santri Dihukum Cambuk Ustad Itu Kasih Sayang)
Namun demikian, Gus Reza mengatakan penerapan hukuman cambuk yang dilakukan pengurus Pondok Pesantren Urwatul Wutsqo sangat tidak wajar, jika memakai kacamata pondok pesantren umum di Indonesia. Meski menghormati hal itu sebagai teritori pondok, Gus Reza meminta pengasuh pondok mengevaluasi efektivitas hukuman cambuk tersebut. Apalagi pondok tersebut berada di tengah norma masyarakat Indonesia yang tak mengenal hukuman cambuk karena dianggap terlalu keras.
HARI TRI WASONO
Berita lain:
Sopir Jadi Pelaku, Blue Bird: Kami Tak Terlibat
Dapat Banyak Tekanan, Ical Halalkan Segala Cara
Amerika Dukung Menteri Susi Tenggelamkan Kapal