TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Persatuan Pembangunan, Ahmad Yani, mengecam usulan SBY mengajukan peraturan pemerintah pengganti undang-undang pemilihan umum kepala daerah. Selain dianggap tidak konsisten, Yani juga menilai rencana SBY membawa masalah baru bagi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
"Jika diajukan, perppu akan dibahas pada masa sidang selanjutnya, yaitu ketika Jokowi memerintah. Di situlah problem baru akan dimulai karena Jokowi tidak setuju pemilihan oleh DPRD," kata Yani ketika dihubungi pada Selasa, 30 Oktober 2014. (Baca: PAN: Jika Terbitkan Perpu, SBY Keblinger)
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan akan menerbitkan perpu agar UU Pilkada yang baru disahkan oleh DPR tidak bisa diberlakukan. "Perpu ini saya ajukan ke DPR setelah, katakanlah, hari ini atau besok setelah saya terima draf RUU hasil sidang paripurna. Maka aturan mainnya itu harus saya tanda tangani," kata SBY di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta, Selasa, 30 September 2014.
Pada 26 September 2014, DPR mengesahkan Undang-Undang Pilkada yang baru. Dalam putusan yang diambil melalui voting atau pemungutan suara itu, fraksi pendukung pilkada lewat DPRD, yakni PAN, PPP, Gerindra, PKS, dan Golkar, unggul dengan 256 suara. (Baca: Mendagri: Rumusan Perpu SBY Ditentukan Besok)
Sedangkan tiga fraksi pendukung pilkada langsung, yakni PDI Perjuangan, Hanura, dan PKB, hanya mengantongi 135 suara. Adapun Fraksi Demokrat memilih walk-out. Meski tanpa kehadiran Fraksi Demokrat, UU Pilkada tetap disahkan sidang paripurna.
Pengesahan UU Pilkada itu menuai kecaman dari masyarakat yang mendukung pemilihan kepala daerah langsung. Kecaman juga datang dari media sosial. Kecaman itu dijawab oleh SBY dengan rencana menerbitkan perpu pembatalan UU Pilkada. (Baca: Siapkan Perpu, SBY: Saya Ambil Risiko Politik)
Yani mengatakan seharusnya SBY menyerahkan pengajuan perpu kepada Jokowi sebagai presiden selanjutnya. Dasar pengajuan perppu setiap presiden, kata Yani, jelas berbeda. "Ini yang ingin disamakan oleh SBY. Padahal, paradigmanya sudah berbeda," lanjut Yani.
Politikus PAN Herman Kadir juga berpendapat senada dengan Yani. Menurut Herman, hak mengajukan perpu untuk UU Pilkada seharusnya berada di tangan Jokowi yang sebentar lagi akan dilantik. Keinginan SBY mengajukan perpu juga dinilai Herman blunder. (Baca: SBY Siapkan Perpu Batalkan UU Pilkada)
Jika perpu nantinya diajukan, kata Herman, hal itu juga akan berdampak pada posisi PDIP. Herman menilai peluang lolosnya opsi pilkada langsung tetap kecil karena jumlah suara partai pendukung lebih kecil dibanding koalisi Prabowo. "Nanti ujung-ujungnya PDIP malu dua kali," kata Herman.
Politikus PDIP Eva Kusuma Sundari mendukung langkah SBY. Jika perpu diajukan, Eva berjanji partainya akan mendukung penuh pengesahan aturan tersebut di DPR. Eva optimistis opsi pilkada langsung akan gol dalam sidang paripurna DPR periode 2014-2019. "Jumlah kami dan partai pendukung sudah lebih banyak. Jelas saya optimis," kata Eva. (Baca: 5 Skenario yang Bisa Jegal UU Pilkada)
ROBBY IRFANY
Topik terhangat:
Koalisi Jokowi-JK | Kabinet Jokowi | Pilkada oleh DPRD
Berita terpopuler lainnya:
Koalisi Prabowo Usulkan Pilpres oleh MPR Lagi
Jokowi: Koalisi Merah Putih bagai Kerikil
Telepon Hamdan Zoelva, Ini Isi Curhatan SBY
Penjual Kue Putu di Malang Tantang Amien Rais
Nurhayati: Walk-Out Demokrat Inisiatif Saya