TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Veri Junaedi, mengatakan naskah Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang tengah disusun Dewan Perwakilan Rakyat berpotensi memberangus partisipasi publik. Dengan skenario pemilihan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, keterlibatan publik dalam proses pilkada menjadi minim. “Hanya ada satu pasal yang mengatur soal partisipasi publik,” ujar Veri saat dihubungi, Jumat, 12 September 2014. (Baca: Jimly : RUU Pilkada Cerminkan Kepentingan Golongan)
Menurut Veri, pemangkasan partisipasi publik ini akan berdampak besar pada stabilitas pemerintahan. Kecilnya partisipasi publik bakal menjauhkan pemimpin daerah dengan rakyat. Alasannya, pemimpin tak lagi terikat dengan rakyat sebagai konstituen dan lebih terikat pada elite partai yang menjadi pemilik suara selama proses pilkada.
Dalam proses pilkada, menurut Veri, keterlibatan publik justru akan meningkatkan kualitas kebijakan yang dibuat pemerintah. Kecenderungannya, bila masyarakat dilibatkan dalam proses pemilihan, kebijakan yang dibuat pemerintah lebih mengutamakan kepentingan rakyat sebagai konstituen. “Di saat yang sama, publik merasa dilibatkan sehingga ikut bertanggung jawab mengawal proses penyelenggaraan pemerintahan.” (Baca: Asosiasi: 5 Alasan Penolakan Pilkada oleh DPRD)
Minimnya ruang partisipasi, menurut Veri, juga menyebabkan hilangnya fungsi masyarakat dalam proses pilkada. Selama ini fungsi pengawasan dijalankan masyarakat secara individu atau organisasi melalui lembaga pemantau. Selain itu, draf RUU yang tengah dibahas juga mengabaikan peran Badan Pengawas Pemilu. Padahal, ujar Veri, keberadaan Bawaslu sebagai bagian dari penyelenggara pemilu juga diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. (Baca: RUU Pilkada: Posisi Wakil Ditunjuk Kepala Daerah)
Saat ini pembahasan RUU Pilkada sudah memasuki tahap pengambilan keputusan tahap pertama. Hingga kemarin masih ada dua pendapat. Terdapat tiga fraksi yang mendukung pemilihan kepala daerah langsung, yaitu Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Tiga partai ini termasuk koalisi partai penyokong Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam pemilihan presiden lalu.
Adapun enam fraksi lain, yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih penyokong Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, bertahan pada opsi pemilihan melalui DPRD. Keenam fraksi adalah Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Golongan Karya, dan Fraksi Partai Demokrat. Sedangkan pemerintah setuju pemilihan langsung digelar di tingkat provinsi, sedangkan kabupaten dan kota dipilih lewat DPRD. (Baca: Golkar Minta Voting Terbuka untuk RUU Pillkada)
IRA GUSLINA SUFA