TEMPO.CO, Jakarta - Saksi pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa di Mahkamah Konstitusi, Novela Nawipa, tak hanya menyedot perhatian publik saat memberikan kesaksian dalam sidang. Banyak yang merasa ingin tahu lebih jauh tentang perempuan asal Paniai, Papua, itu dengan mengunjungi akun Facebook-nya dan mencari informasi tentang dia.
Kisah dan latar belakang Novela pun mulai ditelusuri, termasuk ceritanya pernah mengalami jatuh-bangun dalam mencari uang untuk menopang hidupnya. Kondisi ekonomi keluarganya yang terbatas memaksanya senantiasa kreatif dan bekerja keras agar bisa bersekolah. (Baca: Novela, Saksi Kocak di MK, Ternyata Caleg Gerindra)
"Saya bekerja apa saja untuk bisa bertahan dan meneruskan sekolah," kata Novela seperti dikutip kantor berita Antara, Rabu, 11 Juni 2014. Sewaktu duduk di sekolah dasar, Novela berjualan sayur-mayur dan hasil kebun lain di pasar. Saat masih siswa sekolah menengah pertama, dia bekerja sebagai tukang cuci pakaian.
Tamat dari SMP, kehidupan Novela tidak lantas membaik, sehingga dia tidak punya banyak pilihan. "Waktu duduk di kelas dua SMA, saya pernah menjadi tukang ojek dengan menyasar para penumpang wanita." kata perempuan kelahiran 14 September 30 tahun lalu itu.
Kesulitan ekonomi yang dia alami terus berlanjut hingga dia kuliah di Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Sains dan Teknologi Jayapura. Seperti dituturkan Novela, selama di menjadi mahasiswa, dia hanya punya dua celana panjang dan lima baju untuk kuliah. Guna menutupi kebutuhan, Novela tak segan membantu rekan kuliahnya menyelesaikan tugas. Dari bantuan itu, kadang dia mendapat pemasukan Rp 300 ribu.
"Saya melakukan semua ini karena, sebagai anak tertua, apa pun saya tempuh dengan cara yang halal agar saya bisa menjadi contoh yang baik bagi adik-adik saya," kata Nowela. Selepas kuliah, Novela menggeluti usaha jual-beli emas. Dia menjadi pengusaha properti dan emas sejak 2009.
Kemarin, Selasa, 12 Agustus, ruang sidang pleno MK dipenuhi gelak tawa ketika seorang saksi kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Novela, memberikan kesaksian. Gaya Novela yang selalu berbicara dengan nada tinggi dan berapi-api membawa suasana berbeda di ruang sidang yang biasanya serius. Hal ini terjadi dalam sidang lanjutan sengketa hasil pemilu presiden, Selasa, 12 Agustus 2014.
Wanita yang berasal dari Kampung Awabutu, Kabupaten Paniai, Papua, ini menceritakan, tak terjadi pemungutan suara di kampungnya. "Tak ada pemilu, tak ada bilik suara, tak ada petugas KPPS, tak ada tanda tangan formulir," ujar Novela cepat penuh semangat. (Baca: Kesaksian Novela di MK Dipatahkan)
Ketika ketua majelis hakim konstitusi, Hamdan Zoelva, bertanya, "Bagaimana keadaan kampung lainnya?" Novela dengan nada tinggi menjawab, "Saya tak mau bicara kampung lain, saya mau bicara kampung saya saja." Jawaban Novela disambut riuh tawa seluruh hadirin di ruang siang pleno.
Anggota majelis hakim, Patrialis Akbar, bertanya tentang jarak antara tempat pemungutan suara dan distrik tempat Novela tinggal. "Dekat, Yang Mulia, hanya 300 kilometer," ujar Novela, lagi-lagi disambut tawa hadirin. "Tiga ratus kilometer dekat? Wah....," ujar salah satu hadirin. Namun kemudian Novela meralat pernyataannya. "Maaf, Yang Mulia, maksud saya 300 meter jaraknya."
Patrialis Akbar yang biasanya serius dan tenang pun tak bisa menahan tawa. Sambil tertawa, Patrialis berkata, "Pertahankan gaya seperti ini, ya. Jarang sekali ada yang begini di sini." Novela menjawab, "Amin, Yang Mulia."
SUNDARI | ANTARA
Terpopuler:
Novela Saksi Prabowo Doakan Israel
Ketua MK Ancam Pidanakan Saksi-saksi Palsu
Megawati Usir Media, Sekjen PDIP Beri Penjelasan
Harun Al Rasyid, Guru Besar Hukum UI Wafat
Ini Penyebab Robin Williams Depresi dan Bunuh Diri