TEMPO.CO, Surakarta - Ketua Forum Pendukung Daulah Islamiyyah Amir Mahmud menilai pemerintah terlalu cepat menilai negatif aksi pembaiatan gerakan pendukung Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) pada 15 Juli 2014 di Masjid Baitul Makmur Solo Baru, Jawa Tengah.
“Itu kan baru dalam konsep pemikiran,” kata Amir saat ditemui Tempo di rumahnya, di Sukoharjo, Rabu, 6 Agustus 2014. (Baca: Pendukung ISIS Bantah Isu Makar)
Amir membandingkan baiat gerakan pendukung ISIS yang diadakan Forum Pendukung Daulah Islamiyah yang berbeda dengan peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia pada 1965. “Saat itu komunis benar-benar eksis, berbeda dengan ISIS di Indonesia hanya dalam tataran wacana,” tutur dosen di sebuah perguruan tinggi di Kota Surakarta itu.
Dosen yang banyak mengkaji politik Islam di dunia internasional itu menjelaskan fenomena kebangkitan Islam sudah lama berkembang di berbagai negara, antara lain di Aljazair, Pakistan, dan Afganistan. “Jadi, mengapa ditakutkan. Jangan menilai kebangkitan Islam adalah perang,” ucapnya.
Menurut Amir, kebangkitan Islam lebih sebagai fenomena budaya. “Tapi tiba-tiba pemerintah menganggap sebagai radikalisme,” katanya. Amir mengatakan gerakan ISIS berada di luar negeri. “Jadi, enggak perlu ditakutkan.” (Baca: Enam Wilayah Indonesia Waspada Penyebaran ISIS)
AHMAD RAFIQ
Topik terhangat:
Arus Mudik 2014 | MH17 | Pemilu 2014 | Ancaman ISIS
Berita terpopuler lainnya:
Ainun Najib: Next Project, Kawalpilkada.org
Google Tarik Game 'Bomb Gaza,' Dianggap Provokatif
Juru Parkir Liar di Kota Tua Raup Rp 2 Juta Sehari