TEMPO.CO, Semarang - Nonton bareng (nobar) Piala Dunia di kafe atau restoran adalah hal biasa tapi kalau nobar digelar di pondok pesantren, hal itu hanya ada di Pondok Pesantren Asrama Pendidikan Islam (API) Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah. Pondok pesantren yang diasuh oleh kiai muda, KH Muhammad Yusuf Chudlori, itu selalu menggelar acara nobar Piala Dunia.
"Seperti Piala Dunia sebelumnya, kami akan mengadakan nobar untuk santri dan masyarakat sekitar," ujar Gus Yusuf kepada Tempo, Selasa, 13 Mei 2014.
Sebuah layar proyektor disediakan untuk nonton bersama. Tempatnya bisa berpindah-pindah, kadang di aula pesantren, di aula Fast FM (studio radio milik pesantren), atau di kafe di kompleks pesantren.
Pada Piala Dunia 2006 yang berbarengan dengan erupsi Gunung Merapi, acara nobar dihelat sekaligus untuk menghibur pengungsi Gunung Merapi. Para santri pria, pengungsi, dan masyarakat berbaur di aula Fast FM. Biasanya, nobar dilakukan setelah Gus Yusuf memberikan ceramah pengajian.
Selama Piala Dunia 2014 di Brasil berlangsung, kata Gus Yusuf, ponpes juga akan menggelar acara nonton bareng. "Dengan catatan tidak mengganggu jadwal belajar santri," ujarnya. Jika bertabrakan dengan jadwal belajar, nobar ditiadakan. Namun tetap ada kompromi untuk jadwal pertandingan big match atau mulai perempat final.
Pada Piala Dunia tahun ini, kemungkinan besar para santri bisa menyaksikan seluruh partai pertandingan tanpa tak perlu sembunyi-sembunyi karena pertandingan akan berlangsung pagi hari waktu Indonesia. Kebetulan pula, Piala Dunia kali ini bertepatan dengan masa puasa Ramadan. Tradisi di pesantren salaf seperti di Tegalrejo, Ramadan adalah masa libur panjang. Pelajaran atau pengajian hanya bersifat tambahan yang digelar malam hari, setelah subuh, siang hari, dan menjelang buka puasa. (Baca: Warga Brasil Libur 3 Hari Demi Piala Dunia 2014)
Bagi Gus Yusuf, santri adalah mahluk sosial yang juga butuh refreshing dan hiburan. Pilihan nonton sepak bola sebagai hiburan, tak hanya karena sebagian besar santri suka sepak bola, tapi juga ada nilai-nilai yang bisa dipetik dari sepak bola.
"Santri bisa belajar tentang sportivitas, kolektivitas, dan belajar strategi dari permainan bola," kata Gus Yusuf. Perhelatan Piala Dunia yang berbarengan dengan pemilu presiden juga bisa dijadikan selingan hiburan masyarakat agar tak terlalu larut pada pemberitaan politik.
Gus Yusuf adalah sosok kiai muda yang nyentrik. Pengagum Gus Dur ini selain mengasuh pesantren, juga sebagai Ketua Partai Kebangkitan Bangsa Jawa Tengah, serta mempunyai relasi baik dengan para seniman dan pegiat dialog lintas agama. Ia juga sebagai Ketua Umum PPSM, sebuah klub sepak bola di Magelang.
SOHIRIN
Terpopuler:
Nabrak di Bundaran HI, Pengemudi BMW Tantang Polisi
Tepis Fitnah Sara, Kiai NU Kampanye untuk Jokowi
Ini Skuad Resmi Inggris
Bank Mandiri Bantah Ada Pembobolan ATM
Hari ini, SBY Bertemu Prabowo dan Jokowi di Istana