TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi didesak menjadikan kasus korupsi pajak Bank Central Asia sebagai pintu masuk untuk mengusut penyelewengan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. "Sebab, sampai saat ini skema BLBI, Badan Penyehatan Perbankan Nasional, masih menyisakan permasalahan," ujar peneliti Kebijakan Publik Perkumpulan Prakarsa, Ah Maftuchan, dalam konferensi pers di kawasan Cikini, Jumat, 25 April 2014.
Maftuch mengatakan kasus BCA diawali saat bank tersebut mengajukan keberatan terhadap koreksi pajak yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak. BCA menganggap hasil koreksi terhadap laba fiskal Rp 6,78 triliun harus dikurangi sebesar Rp 5,77 triliun karena BCA sudah mengalihkan asetnya kepada BPPN.
"KPK harus menyelidiki klaim BCA itu. Pasalnya, jika melihat laporan keuangan BCA, ada kejanggalan yang indikasinya mengarah ke modus pengelakan dan penghindaran pajak," tutur Maftuch.
Ia menguraikan, berdasar peraturan yang ada saat itu BCA seharusnya membayar pajak sebesar minimal 30 persen dari penghasilannya. Namun, jika menilik laporan keuangan BCA yang sudah diaudit pada 2001 persentase pajak yang dibayar BCA dibanding laba sebelum pajaknya sangat kecil, yakni sekitar satu persen.
Maftuch mengatakan BCA hanyalah salah satu bank yang masuk skema penyehatan perbankan melalui BLBI yang pada 1998 menggelontorkan Rp 147,7 triliun kepada 48 bank. Jika BCA diusut oleh KPK, maka bank-bank lain yang mendapat kucuran BLBI patut diusut pula. Desakan untuk KPK itu dilansir oleh Forum Pajak Berkeadilan dengan Prakarsa dan sepuluh lembaga swadaya masyarakat lainnya tergabung.
Senin lalu, KPK menetapkan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo sebagai tersangka. Saat menjabat Direktur Jenderal pada 2004, ia dituding menyalahgunakan wewenang dengan memutuskan menerima keberatan pajak BCA. "Dugaan kerugian negara akibat pajak yang seharusnya dibayarkan ke negara, Rp 375 miliar," ujar Ketua KPK Abraham Samad.
KPK menjerat Hadi dengan pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Korupsi, juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Berdasar pasal tersebut, Hadi yang baru saja pensiun hari ini terancam pidana maksimal penjara 20 tahun dan denda Rp 1 miliar.
BUNGA MANGGIASIH
Berita lain:
KPK Geledah Rumah Petinggi HP
Kebakaran Pasar Senen, 33 Unit Damkar Diturunkan
Ahok Sewot Lagi Soal Bus Hibah
Terpilih Lagi, Eko Patrio Punya Resep Khusus
KPK Satroni Tiga Rumah Mewah di Bintaro dan BSD
6,7 Juta Pria Indonesia Doyan Seks Sembarangan