TEMPO.CO, Sleman - Adu balap otomotif itu sudah biasa dan kerap digelar di mana-mana. Namun, adu balap kendaraan tradisional gerobak sapi mungkin baru pertama kali dilakukan di lapangan Desa Donoharjo, Ngaglik, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu, 20 April 2014.
Lomba balap gerobak sapi ini digelar untuk memperingati hari Kartini 21 April. Ketua panitianya pun seorang perempuan yang menjadi satu-satunya bajingan di Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni dokter hewan Rina Wijayani. Bajingan adalah sebutan untuk sopir gerobak sapi. (Baca: Ketua MPR Jadi 'Bajingan' di Prambanan)
Baca Juga:
Rina mempunyai gerobak lengkap dengan sapinya. Ia menyatakan dengan melestarikan gerobak sapi, maka bisa menjadi salah satu alat penunjang wisata, sarana keakraban antar para bajingan, dan bisa dimanfaatkan sebagai sarana transportasi tradisional.
Ia menjelaskan, para bajingan peserta lomba itu juga diwajibkan menggunakan sapi jenis benggala, yaitu sapi yang berwarna putih. Sebab, sapi ini merupakan hewan asli Indonesia dan saat ini sudah menurun populasinya. "Dalam lomba ini diambil empat pemenang untuk domba dan banyak hadiah lain," kata Rina yang memakai topi ala cowboy, sepatu boot, dan jas dinas dokter hewan berwarna putih. (Baca: Sabtu, Seratusan Bajingan Ramaikan Kampanye PKB)
Dalam lomba ini, bukan kecepatan yang menjadi penentu utama pemenangnya. Penilaian lebih pada keindahan, kekompakan sapi, tidak menyenggol pembatas lintasan, dan maksimal waktu tempuh hanya 5 menit untuk jarak 50 meter. "Justru kecepatan itu hanya menjadi penilaian tambahan," kata Bunakir HS, Sekretaris Paguyuban Gerobak Sapi Pangrekso Andini, Sleman, Yogyakarta.
Lomba mengemudi gerobak dengan penarik dua sapi besar diikuti oleh 40 peserta. Gerobak yang sudah mulai jalan lalu megikuti aturan lomba dengan memutar gerobak ke arah kanan. Lalu setelah jalan, gerobak diputar ke arah kiri. Saat gerobak berputar ke kanan, roda kiri justru tidak berputar, begitu pula sebaliknya.
Bunakir mengatakan, gerobak sapi merupakan salah satu alat transportasi tradisional untuk mengangkut hasil-hasil pertanian. Bahkan, pada zaman pejajahan, gerobak digunakan sebagai alat trasnsportasi para pejuang. Kini keberadaan gerobak itu semakin tergerus oleh alat transportasi modern. Namun, masih ada masyarakat yang tetap melestarikan sarana transportasi ini. Selain sebagai alat trasportasi, juga sebagai penunjang pariwisata dan klangenan.
Suharman, 56 tahun, seroang bajingan asal Wukirsari, Cangkringan, Sleman yang ikut lomba menyatakan deg-degan saat ikut drag atau memacu dua sapinya. Jika sapi tidak menurut aba-abanya, sapi yang satu ke kiri, yang satu lagi justru ke kanan.
MUH SYAIFULLAH
Topik terhangat:
Pelecehan Siswa JIS | Kisruh PPP | Jokowi | Prabowo | Pemilu 2014
Berita terpopuler:
Jakarta Kota Standar Hidup Mahal
6 Cerita Mengejutkan di Balik Konflik PPP
Hotel di Bali Harus Tingkatkan Konsumsi Buah dan Pangan Lokal