Dua tahun berikutnya, 1.300 keluarga di Kecamatan Kontu terancam digusur karena pemerintah menilai mereka bermukim di kawasan hutan lindung Jompi. Masyarakat Kontu menolak pemindahan itu karena mencurigai pemerintah daerah mengusir mereka untuk mendapatkan uang proyek rehabilitasi lahan dan hutan dari pemerintah pusat. Ota tinggal di antara warga Jompi hingga pemindahan itu dibatalkan pemerintah. (Baca juga : Caleg Ali Husin Siap Tolak Permintaan Partai).
Selain aktif di daratan, Ota terjun ke perairan, ke daerah pesisir, menengahi konflik warga daratan dengan suku Bajo. Orang Bajo berasal dari Perairan Sulu di Filipina yang hidup nomaden di lautan. Di Sulawesi, mereka tersebar dari Wakatobi di selatan hingga Kepulauan Togean di Sulawesi Tengah. “Di sini orang Bajo masih dianggap masyarakat kelas dua,” ucap Ota.
Ota membujuk orang-orang Bajo tinggal menetap di gigir-gigir pantai. Soalnya, kata dia, meski nomaden, suku Bajo punya hak pilih juga karena mereka sudah menjadi warga negara Indonesia akibat kawin-mawin dengan orang darat. Upayanya membuahkan hasil: orang Bajo di Muna mulai menetap dan membangun permukiman di perairan dangkal serta hidup menyatu dengan warga pesisir.
TIM TEMPO | FERY FIRMANSYAH
Berita Terpopuler
Rano Karno Akui Terima Uang dari Atut
Jokowi Berusaha Dekati Kubu Pro-Megawati
Kereta Api Malabar Terguling ke Jurang