TEMPO.CO, Bandung - Kisruh kepemilikan lahan kebun binatang masih bergulir. Pemerintah Kota Bandung; Yayasan Margasatwa Tamansari; dan dua orang, Paiman Sumarno serta Enis Wirtaman; sama-sama mengklaim lahan 14 hektare kebun binatang itu sebagai milik mereka. Siapa sebenarnya pemilik lahan kebun binantang itu?
Mari kita telusuri asal usulnya. Menurut Bandung Heritage--paguyuban yang ikut merawat bangunan-bangunan bersejarah di Bandung, kebun binatang yang terletak di kawasan Taman Sari Bandung itu adalah hadiah ulang tahun dari pemerintah Hindia-Belanda kepada Ratu Belanda Wilhelmina pada 1923.
"Dulunya kebun binatang ini dinamai Jubileum Park," kata Ketua Bandung Heritage Harastoeti kepada Tempo, Kamis, 27 Maret 2014. Dalam bahasa Indonesia, Jubileum Park berarti Taman Ulang Tahun. Setelah diresmikan pada 1930, pemerintah Hindia-Belanda membangun sebuah prasasti Jubileum Park yang berdiri hingga akhir 1950-an. "Sekarang prasasti itu raib."
Saat penjajahan Jepang, Jubileum Park tak terurus. Karena penjajah Jepang tak mengurus kebun binatang itu, akibatnya banyak binatang koleksi kebun binatang mati.
Lalu, pada tahun 1950-an, pemerintah mengganti nama Jubileum Park menjadi Taman Sari. Nama itu diambil karena kawasan Kebun Binatang Bandung saat itu ditumbuhi aneka tanaman. Atau ada juga yang menyebut taman botani. Kini Taman Sari dijadikan nama jalan di kawasan kebun binatang itu.
Saat itu, kata Harastoeti, warga Bandung mengenal kebun binatang dengan istilah derenten, dari bahasa suku Sunda yakni dierentuin yang artinya kebun binatang. "Awalnya kebun binatang ini akan dibuat seperti Kebun Raya Bogor," ujarnya.
Kini kisruh terus berlanjut. Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengatakan kebun binatang itu milik Pemkot Bandung yang disewakan kepada Yayasan Margasatwa Tamansari. Bahkan Pemkot juga segera mengambil alih pengelolaan kebun binatang itu, setelah beredar video yang diunggah ke YouTube mengenai eksploitasi orang utan oleh pengelola kebun binatang. "Kami akan melelang pengelolaan Kebun Binatang Bandung," katanya.
PERSIANA GALIH | ENI S