TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) mengkritisi sejumlah pasal tindak pidana pencucian uang dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). "Isi dari pasal-pasal tersebut menimbulkan kerancuan," kata Ketua PPATK Muhammad Yusuf dalam seminar "Masa Depan Regulasi Anti-Pencucian Uang dan Eksistensi PPATK dalam Skema RUU KUHP" di gedung PPATK, Jakarta, Selasa, 25 Maret 2014.
Dia mencontohkan, Pasal 747 dan Pasal 748 RUU KUHP memiliki isi yang sama. Pasal 747 menjelaskan setiap orang yang menempatkan sampai menukarkan mata uang atas harta kekayaan patut diduga hasil tindak pidana pencucian uang. Ancaman pidana maksimal 20 tahun. (baca: Ketua PPATK: Revisi Bisa Bikin PPATK Gulung Tikar)
Adapun pasal 748 menyatakan setiap orang yang menyembunyikan, menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, atau pengalihan kepemilikan yang sebenarnya atas kekayaan patut diduga hasil tindak pidana pencucian uang. Ancaman pidananya pun sama dengan pasal 747. "Kedua pasal tersebut menciptakan kebingungan bagi yang membacanya," kata Yusuf.
Menurut Yusuf, tindak pidana asal pencucian uang dalam kedua pasal tersebut adalah tindak pidana pencucian uang juga. Ini mengindikasikan adanya pemahaman yang keliru dari penyusun undang-undang tentang tindak pidana asal dan tindak pidana pencucian uang. "Saya harap ini kekeliruan redaksional saja," katanya.
Yusuf juga menyoroti hilangnya tugas PPATK dalam memblokir, menunda, dan menghentikan transaksi keuangan dalam RUU KUHP. PPTK, kata dia, tidak setuju jika sejumlah tugas itu dihilangkan. "Karena akan mengerdilkan peran PPATK."
Direktur Jenderal Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Harkristuti Harkrisnowo menerima keluhan dari PPATK. Namun, untuk kembali membahas RUU KUHP, Kementerian masih menunggu masa reses DPR selesai. "Jadi menunggu selesai pemilu," ujarnya.
Menurut Harkristuti, pembahasan RUU KUHAP antara Kementerian dan DPR masih pada buku satu. Di dalamnya terdapat 211 pasal. "Jadi, kalau bisa cicil sekarang, ke depan bisa buku dua," ujarnya. Untuk perumusan dalam buku dua, ia melanjutkan, Kemenkumham sudah meminta masukan dari sejumlah pakar hukum.
SINGGIH SOARES
Topik terhangat:
Kampanye 2014 | Jokowi Nyapres | Malaysia Airlines | Pemilu 2014 | Kasus Century
Berita terkait
MH370 Jatuh, Seluruh Awak dan Penumpang Tewas
Jatuhnya MH370 Diungkap Satelit Inggris
Pernyataan Lengkap PM Malaysia Soal MH370