TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Tim Perumus Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Andi Hamzah, membantah aturan yang dia susun membatasi aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi ataupun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Menurut dia, aturan itu sudah dibuat sejak KPK belum ada.
"Pihak yang menganggap RUU KUHAP melemahkan KPK berarti tidak membaca lebih teliti naskahnya," kata Andi ketika dihubungi Tempo, Ahad, 9 Maret 2014. Aspek tertentu yang dibahas dalam RUU KUHAP, seperti penyadapan harus seizin pengadilan, kata dia, sudah ada sejak 30 tahun lalu. (baca: Semua Fraksi di DPR Sokong Pelemahan KPK)
Andi menyatakan penyadapan dan perekaman merupakan salah satu tindak pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Agar KUHAP selaras dengan aturan ini, kata Andi, penyadapan oleh aparat penegak hukum harus mendapat persetujuan pengadilan agar tak dianggap tindak pidana. Namun, kata dia, penyadapan dan penggeledahan dapat dilakukan dalam keadaan mendesak.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum beraudiensi dengan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana pada Selasa, 4 Februari 2014. Mereka mendiskusikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana di Dewan Perwakilan Rakyat.
Koalisi menilai setidaknya ada 12 isu dalam RUU KUHAP yang berpotensi melemahkan atau memangkas kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi. Poin-poin itu antara lain penyadapan harus mendapat izin hakim pemeriksa pendahuluan dan penyadapan (dalam keadaan mendesak) dapat dibatalkan oleh hakim pemeriksa pendahuluan.
SUNDARI | RIZKI PUSPITA SARI
Berita terpopuler
Kecelakaan Pesawat Malaysia Airlines Mirip Adam Air
Ayah Ade Sara Ingin Hafitd dan Assyifa Dihukum
Kenapa Berpaspor Palsu Bisa Naik Malaysia Airlines?