TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Kota Yogyakarta membantah soal beredarnya kabar bahwa pemindahan patung raksasa Go Green atau biasa dikenal dengan Kaki Melangkah atau juga Manusia Akar, yang sejak 2011 terpasang di Titik Nol Kilometer Yogyakarta, akibat intimidasi kelompok ormas tertentu.
Patung berwarna cokelat semu oranye setinggi 5 meter yang dibalut bentuk akar layaknya pohon raksasa itu sejak pertengahan Januari 2014 menghilang setelah dipindah Pemerintah Kota.
Baca Juga:
Di kalangan masyarakat kemudian berkembang kabar bahwa pemindahan itu terkait dengan tekanan ormas, khususnya kepada Unit Pelaksana Teknis Malioboro, yang mengkaitkan keberadaan instalasi tersebut dengan pornografi. Hal ini dipicu karena patung kaki tersebut dibuat dalam bentuk telanjang hingga bagian pantat seperti tersembul.
"Ya memang kami pindah sejak pertengahan Januari 2014, tapi bukan karena tekanan ormas, apalagi terkait penyebaran pornografi," kata Kepala UPT Malioboro Syarif Teguh Prabowo kepada Tempo, Senin, 10 Februari 2014.
Syarif beralasan, pemindahan patung yang dipasang sejak September 2011 itu dilakukan karena memang masa berlakunya sudah kedaluwarsa.
Baca Juga:
"Juga karena patung itu sudah kusam, sehingga perlu pengecatan ulang dan pemetaan lokasi baru agar tidak ada wacana seperti penguasaan ruang publik Titik Nol oleh seniman tertentu," kata dia.
Meski demikian, Syarif membenarkan bahwa pihaknya sempat mendapat kritikan terkait pornografi dari patung itu dari orang tak dikenal melalui pesan singkat bagian layanan informasi kota (UPIK). Bunyi pesan itu mempermasalahkan bentuk pantat yang menonjol dari patung tersebut.
"Karepe opo kok eneng patung bokong neng perempatan (maunya apa kok sampai ada patung pantat di perempatan)?” kata Syarif, menyebutkan isi pesan tersebut.
Namun ia kembali menegaskan bahwa pesan yang muncul awal tahun itu bukan menjadi pendorong alasan pemindahan pihaknya.
"Toh, selama dua tahun lebih juga tidak ada persoalan, hanya memang perlu pemetaan lokasi baru," kata dia.
Meski warga Yogya dan wisatawan telah tampak terbiasa dengan keberadaan patung tersebut dan menggunakannya bak ikon untuk foto di Titik Nol, Sayrif menilai patung itu belum bisa disebut ikon. "Bukan ikon namanya kalau masih dikritik masyarakat," katanya.
PRIBADI WICAKSONO