Soeharto kembali menimpali, "Bagaimanapun kita tetap harus berusaha keras agar Usman dan Harun tidak digantung."
Soeharto lalu menulis surat kepada pemerintah Singapura, isinya meminta agar Usman dan Harun tidak dihukum mati. Dengan berbekal surat tersebut, Ramly menemui Presiden Singapura Yusuf Ishak, yang didampingi Wakil Perdana Menteri. Namun Presiden Singapura menyatakan urusan pemerintahan berada di tangan Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Sedangkan dirinya hanya lambang negara tanpa kewenangan pemerintahan.
Lee Kuan Yew sendiri sedang cuti dan berada di Tokyo. Ramly mengontak Dubes Indonesia di Tokyo, yaitu Rukminto Hendraningrat, untuk menyampaikan permohonan Soeharto soal hukuman gantung Usman Harun.
Lee Kuan Yew mengaku sedang cuti jadi menolak mengambil keputusan. Ia minta Indonesia mengontak wakilnya karena dia yang bertanggung jawab. Ramly mengontaknya dan jawabannya,” Surat Presiden Soeharto sudah kami terima, akan kami pikirkan.”
Sepuluh hari kemudian, Singapura mengabarkan tetap akan meneruskan hukuman mati. Peristiwa itu sempat membuat ketegangan hubungan Indonesia dengan Singapura. Dengan demikian, menjelang hukuman gantung, seluruh staf kedutaan Indonesia di Singapura dipulangkan dan kapal-kapal milik Indonesia pun pulang membawa warga negara Indonesia.
Jurus Terakhir Soeharto