TEMPO.CO , Yogyakarta: Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul bersama Universitas Gunung Kidu,l serta Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) memfokuskan pengembangan budidaya tanaman sorgum manis di kawasan pesisir.
Hasil kerjasama yang ditandai dengan panen raya perdana sorgum manis di Mudal, Purwodadi, Kecamatan Tepus, Gunung Kidul pada Sabtu 8 Februari 2014.
"Sorgum manis ini merupakan varietas yang dikembangkan pihak Batan dan mengambil lokasi di pesisir Gunung Kidul sebagai lahan percontohan menuju pengembangan lebih serius," kata Kepala Dinas Pertanian Gunung Kidul Supriyadi kepada Tempo.
Potensi pengembangan sorgum selama ini masih kurang. Sebagai jenis tanaman sueralia, selain padi dan jagung, manfaat sorgum di wilayah seperti Gunung Kidul hanya sebatas dimanfaatkan untuk pakan ternak. Alhasil, posisi sorgum pun terpuruk. Harga jualnya pun relatif masih rendah dengan manfaat sebagai pakan ternak itu.
"Harganya hanya Rp 1000 per kilogram sehingga masyarakat masih belum begitu tertarik," kata Supriyadi.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Gunung Kidul, lahan budidaya sorgum tersebar sekitar 600 hektare di seluruh wilayah Gunung Kidul. Setiap hektare lahan menghasilkan sekitar 500 kilogram atau setengah kuintal sorgum saja. Artinya dengan luasan satu hektare, petani hanya mendapat sekitar Rp 500 ribu.
Untuk menggali manfaat sorgum yang lebih tinggi nilainya, pihak pemerintah berharap adanya bantuan pengembangan budidaya agar komoditas ini bisa menjadi bahan agroindustri. Saat harga jual naik, minat masyarakat pun dinilai bakal ikut tumbuh.
"Terutama untukmengolahnya menjadi bahan sumber pangan non beras dan kebutuhan industri, bukan sekedar pakan ternak," kata dia.
Masuknya proyek percontohan pengembangan sorgum dengan BATAN dan Universitas Gunung Kidul sejak tahun lalu pun dinilai menjadi peluang meningkatkan minat masyarakat lagi atas sorgum. Sebab, secara geografis, wilayah Gunung Kidul juga mendukung karakteristik tanaman sorgum. Yakni, lahan kering yang tak perlu terlalu banyak membutuhkan air.
Koordinator pendamping Komunitas Petani Mandiri Purwodadi Gunung Kidul, Ari Huzain menuturkan, varietas sorgum manis yang dikembangkan BATAN di wilayahnya memang berbeda. Terutama dengan proyek percontohan lain yang juga dikembangkan di Kabupaten Bantul.
"Untuk di Gunung Kidul, fisik tanaman lebih besar ketika musim panen. Hasil lebih banyak," kata Arie.
Hanya saja, meski sorgum di pesisir ini mampu hidup di lahan yang tanahnya merupakan batuan kapur, kendala yang masih dihadapi adalah persoalan hama burung serta orientasi masyarakat petani dalam pemanfaatannya.
"Kebutuhan atas sorgum masih diposisikan sebagai bahan pakan ternak. Apalagi di musim kemarau ketika harga pakan tinggi, sorgum sangat membantu meringankan biaya petani," kata dia.
Saat kemarau, dalam waktu dua hari saja,petani harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 25 ribu untuk member pakan ternak yang biasanya mendatangkan dari luar daerah. Adanya sorgum pun jadi pilihan sebagai kemandirian dalam pakan ternak ini.
Dalam proyek percontohan itu, sekitar lima hektare kawasan percontohan untuk mengembangkan sorgum dari BATAN. Ada tiga titik kawasan pesisir dekat Pantai Siung yang dipilih sebagai lokasi percontohan dan melibatkan sekitar 14 kelompok petani setempat.
PRIBADI WICAKSONO.