TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban membantah PT Masaro Radiokom direkomendasikan pemerintah. Menurut dia, proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di kementerian yang pernah ia pimpin merupakan kerja sama G to G (goverment to goverment) antara pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat.
"Kemudian perusahaan itu diminta mengisi, jadi bukan rekomendasi dari pemerintah," ujar Kaban setelah mengikuti Pengajian Bulanan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jumat, 7 Februari 2014.
Menurut Kaban, proses kerja sama tersebut tidak melanggar prosedur. "Yang salah itu gratifikasinya," katanya. Adapun proyek tersebut berdasarkan hasil penggodokan antara Kementerian Kehutanan dan Komisi IV DPR.
Pengusutan dugaan korupsi SKRT kembali dilakukan KPK menyusul tertangkapnya tersangka perkara ini, Direktur Bisnis PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo, di Cina, Rabu, 29 Januari 2014. Anggoro dicokok petugas Imigrasi Cina ketika berada di titik pemeriksaan di perbatasan Shenzhen dan Hong Kong. Sebelumnya, pengusutan kasus ini sempat tersendat lantaran Anggoro keburu kabur ke luar negeri. (Baca: Pengacara Tak Yakin Anggoro Bakal Bongkar Kasusnya)
Ketika menggelar jumpa pers di KPK, Kamis, 30 Januari 2014, Ketua KPK Abraham Samad menegaskan pengembangan kasus itu tak bakal berhenti di Anggoro. KPK membuka kemungkinan menyeret orang-orang yang diduga terlibat kasus itu, termasuk eks Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban. "Soal pihak lain masih perlu pendalaman, tapi Insya Allah bisa." (Baca: Setelah Sopir, KPK Kemungkinan Periksa M.S. Kaban)
KPK menetapkan Anggoro sebagai tersangka kasus korupsi SKRT pada 19 Juni 2009. Anggoro diduga menyuap anggota Komisi Kehutanan DPR periode 2004-2009 dan pejabat Kementerian Kehutanan agar memuluskan proyek berbiaya Rp 180 miliar itu. Anggoro ditengarai menyuap eks Ketua Komisi Kehutanana Yusuf Erwin Faishal Rp 125 juta dan 220 ribu dolar Singapura. (Baca: Mereka Terseret di Kasus Anggoro Widjojo)
Sebagai Ketua Komisi, Yusuf Erwin diminta Anggoro untuk menyetujui rancangan anggaran proyek dengan anggaran 2007 itu. Lembaran pengesahan juga diteken Kaban. Komisi Kehutanan lantas mengeluarkan surat rekomendasi pada 12 Februari 2007. Setelah proyek diloloskan, Yusuf menerima imbalan lewat kolega Anggoro di PT Masaro.
Pada November 2007, Yusuf kembali menerima uang dari Anggoro. Uang ini lantas dibagikan ke anggota Komisi, antara lain Suswono (kini Menteri Pertanian) Rp 50 juta, Fachri Andi Laluasa US$ 30 ribu, Azwar Chesputra Sin$ 5.000, Hilman Indra US$ 140 ribu, dan Sujud Sirajuddin Rp 20 juta. Yusuf sudah divonis 4,5 tahun. Ia dibebaskan pada 12 November 2010.
Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, 14 Desember 2010, Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Boen Mochtar Purnama mengaku menerima US$ 20 ribu dari Anggoro. Menurut Boen, ia menerimanya atas seizin Kaban. "Terima saja, anggap saja rezeki," kata Boen menirukan perkataan Kaban. Belakangan, Boen mengembalikan uang itu ke KPK.
TIKA PRIMANDARI
Terpopuler:
Ikuti Keyakinan Jonas, Asmirandah Ingin Bahagia
MPR: Soal Usman Harun, Singapura Keterlaluan!
Dicari KPK, Staf Atut Ngumpet di Hotel
Hakim PK MA Bebaskan Dokter Ayu