TEMPO.CO, Jakarta - Cerita aksi Usman dan Harun mirip film pasukan khusus Hollywood. Menyusup dan menyerang langsung ke jantung pertahanan musuh. Saat itu mereka mendapat tugas melakukan sabotase di Singapura yang banyak dihuni tentara sekutu. Usman yang bernama asli Janatin kebetulan punya keahlian melakukan sabotase. Usman dan Harun kini dijadikan nama kapal perang TNI Angkatan Laut, KRI Usman Harun.
Usman yang lahir di Purbalingga pada 18 Maret 1943 mengikuti pendidikan Korps Komando Angkatan Laut sejak 1962. Berbeda dengan rekannya, Harun yang lahir 4 April 1943 di Bawean baru masuk pendidikan dua tahun kemudian. Sebelum sama-sama melakukan operasi di Singapura, keduanya sudah bertemu di Tim Brahma I di Basis II Ops A KOTI. (Baca: Singapura Protes Nama KRI Harun Usman)
Malam itu, 8 Maret 1965, Usman dan Harun ditemani Gani bin Aroep menyusup ke daratan Singapura. Gani juga prajurit KKO (Komando Korps Operasi, sekarang Marinir) dan beberapa kali melakukan operasi mata-mata ke daratan Singapura. Ketiganya berangkat dari Pulau Sambu, salah satu pulau di Kepulauan Batam. Pulau Sambu merupakan pangkalan minyak milik Pertamina (dahulu Shell) yang dibangun sejak 16 Agustus 1897. Jarak dari Pulau Sambu ke daratan terdekat Singapura sekitar 13 kilometer.
Setelah sampai di daratan Singapura, ketiga prajurit KKO itu melakukan observasi memilih fasilitas apa yang akan dijadikan target sabotase. Ketiganya melakukan penyamaran menjadi pedagang. Gani yang wajahnya mirip etnis Tionghoa dapat kemudahan membaur. Akhirnya Hotel Mac Donald dekat Stasiun Dhoby Ghaut dipilih menjadi target. Hotel itu dipilih karena banyak dihuni warga Inggris.
Pada 10 Maret 1965, pukul 03.07, ketika banyak penghuni hotel tertidur, Usman dan Harun meletakkan bom seberat 12,5 kilogram. Harian The Straits Times menggambarkan, bom ditaruh di dekat lift lantai 10. Akibat ledakan itu, masih menurut The Straits Times, kaca jendela dalam radius 100 meter pecah dan mobil yang parkir dekat hotel ikut rusak. Dipastikan tiga orang meninggal dan lebih dari 30 orang mengalami luka-luka.
Sayang, operasi intelijen itu kurang persiapan jalur pelarian ke luar Singapura. Pada 13 Maret 1965, keduanya ditangkap di tengah laut. Kisah penangkapan sendiri terjadi ketika Usman dan Harun menaiki kapal curian menuju Pulau Sambu. Namun keburu terlihat patroli laut Singapura.
Keduanya tidak disidang sebagai tahanan perang dengan alasan ketika ditangkap tidak memakai seragam tentara. Upaya pemerintah yang waktu itu salah satunya diwakilkan Mochtar Kusumaatmaja gagal meminta grasi. (Baca: Singapura Jangan Intervensi Indonesia)
Pada pukul 5 pagi, 17 Oktober 1968, Usman dan Harun akhirnya dieksekusi di tiang gantungan. Selesai itu, banyak warga Indonesia melakukan penghormatan jenazah di Kedutaan Besar Indonesia. Siangnya, kedua jenazah dibawa pesawat khusus dari Jakarta. Presiden Soeharto langsung memberikan penghargaan bagi Usman dan Harun sebagai pahlawan nasional. Keduanya pada 20 Oktober 1968 dimakamkan secara militer di Taman Makan Pahlawan Kalibata.
Memburuknya hubungan Indonesia dan Singapura sejak terkuaknya aksi heroik Usman dan Harun baru melunak ketika Perdana Menteri Lee Kuan Yew melakukan kunjungan ke Jakarta. Uniknya, ketika itu Perdana Menteri Lee secara resmi memberikan karangan bunga di makam Usman dan Harun.
EVAN | PDAT Diolah Berbagai Sumber
Berita Terpopuler
Anas Sebut Ada Perintah Politik SBY Soal Century
TNI AL Tak Gubris Protes Singapura
Anies Baswedan Sindir Gita Wirjawan
KPK Verifikasi Tuduhan Anas Urbaningrum Soal Ibas
Di Rumah Fahmi Idris, Ical dan Kalla Duduk Berdampingan