Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta:Berkaca dari pengalaman penanganan bencana di Aceh yang tidak ditangani dengan organisasi yang teratur, pemerintah diminta mengeluarkan undang-undang darurat bencana. Tidak hanya menyangkut pengaturan organisasi penanganan bencana, undang-undang ini juga memuat kriteria penetapan status bencana nasional. Menurut kepala staf penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi Aceh dan Sumatera Utara, Budi Admadi Adiputro, selama ini Indonesia tidak pernah mempunyai undang-undang yang mengatur soal penanganan bencana seperti di Aceh.Penetapan status bencana nasional melalui keputusan Presiden, menurut Budi, bahkan tidak dilandasi kriteria yang jelas. Padahal Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi rawan bencana. Mulai dari bencana alam seperti banjir, gempa bumi dan kebakaran hutan hingga bencana yang diakibatkan konflik antar masyarakat. "Terasa sekarang, begitu ada bencana kita tidak tahu berbuat apa-apa,"kata Budi di kantor Wakil Presiden Jakarta, Senin (17/1).Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, menurut Budi, saat terjadi bencana seperti kasus pengeboman gedung WTC, pemerintah Amerika Serikat langsung memberlakukan undang-undang Federation Emergency management (FEMA). Dengan undang-undang itu, semua produk undang-undang lain tunduk di bawahnya. Undang-undang itu juga menunjuk institusi mana yang berwenang menangani bencana. "Sehingga tidak terjadi saling menyalahkan seperti saat ini,"kata Budi.Selama ini, pemerintah lebih memperhatikan soal kondisi darurat menurut versi militer. "Padahal bencana bukan cuma perang,"ujar Budi.Badan Koordinasi Nasional penanggulangan Bencana yang khusus menangani bencana hanya didirikan berdasarkan keputusan Presiden. Badan inipun lebih berfungsi sebagai sekretariat penanganan bencana tanpa fungsi pelaksana.Dalam penanganan bencana di Aceh, akibat kekosongan peraturan, sebagian besar aparat pemerintah yang bertugas hanya didasarkan pada perintah lisan. Tim nasional penanganan bencana juga dibentuk berdasarkan surat keputusan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Kepala Bakornas yang dipermasalahkan banyak pihak. "Semua orang tidak ditunjuk dengan SK. Intinya semua SK Allah. Kalau tidak SK Allah, tapi menunggu SK dari Jakarta, mati semua orang di Aceh,"katanya.Dalam dua minggu pertama operasi kemanusiaan, menurut Budi, relatif tidak ada organisasi. Semua kebutuhan dikirim semata-mata mempertimbangkan faktor kecepatan memenuhi kebutuhan darurat korban bencana.Kini, setelah memasuki minggu keempat penyempurnaan organisasi sangat diperlukan. Misalnya, bagaimana perencanaan kebutuhan masyarakat selam dipengungsian, bagaimana menghidupkan prasarana dan memulihkan pemerintahan.Dalam dua minggu itu organisasi penanganan bencana hanya dibagi dua operasi besar yaitu operasi penanganan kedaruratan diketuai Mayor Jendral Bambang Darmono dan Operasi Pemulihan Pemerintahan yang diketuai Pelaksana Gubernur Aceh Azwar Abu Bakar.Seperti diperintahkan Presiden Yudhoyono untuk menyempurnakan organisasi penanggulangan bencana, Bakornas telah menyusun skema struktur baru. Namun menurut Budi tidak ada perubahan struktur yang signifikan melainkan memperjelas tugas wewenang dan tanggungjawab masing-masing bidang. Jika sebelumnya setiap petugas hanya ditunjuk secara lesan, maka kini setiap penunjukan dikeluarkan melalui surat keputusan kepala Bakornas.Tidak tertutup kemungkinan penyempurnaan organisasi ini juga akan melibatkan pergantian orang. "Kalau soal perubahan orang kami serahkan ke RI-1 dan RI-2,"kata Budi. Menurutnya kini masih dipertimbangkan struktur baru tetap akan menggunakan dua operasi atau menyatukan keduanya. Alasannya apabila dilakukan perombakan, maka akan mepengaruhi implementasi dan kontinuitas pekerjaan sebelumnya. Perubahan yang dilakukan pada prinsipnya selain tidak melanggar rambu-rambu hukum juga mempertimbangkan kedua faktor tersebut.Budi sendiri optimis operasi darurat di Aceh akan selesai dalam waktu tiga hingga enam bulan. Dalam tiga bulan, dia yakin semua tugas yang selama ini sangat tergantung pada bantuan asing sudah dapat digantikan oleh staf lokal. Kondisi yang paling sulit saat ini yaitu pengiriman bantuan ke Pantai Barat Aceh akan diatasi dengan menggunakan konsep Gudang Kapal. Konsep itu dijalankan dengan satu kapal besar yang berfungsi sebagai gudang semua kebutuhan rakyat Aceh dan sebagai pengangkut dari kapal ke darat menggunakan perahu-perahu rakyat. Sambil berjalan rehabilitasi awal untuk memfungsikan sarana dan prasarana terus dikerjakan. Kalau jalur transportasi darat sudah terbuka maka distribusi barang ke pantai barat Aceh akan teratasi.Sapto Pradityo
Iklan
