TEMPO.CO, Bandung - Selain kasus suap hakim, Ike Wijayanto juga didakwa melakukan korupsi senilai total Rp 918,2 juta selama menjabat pelaksana tugas Panitera Muda Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Negeri Bandung pada 2008-2012. Jaksa penuntut mengungkap dakwaan itu dalam sidang perdana kasus Ike di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Rabu, 22 Januari 2014.
Modusnya, jaksa Asrul Alimina menjelaskan, antara lain Ike memotong duit pembayaran ke kas umum biaya perkara Pengadilan Negeri Bandung senilai total Rp 319,3 juta pada 2009-2012. "Terdakwa melakukan pemotongan seolah-olah kas umum mempunyai utang kepada terdakwa. Padahal, tidak ada utang itu," ujar jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi itu.
Ike menyuruh juru sita pengganti melakukan pemotongan 20 persen atas biaya pemanggilan saksi dan para pihak bepekara dan menyetornya kepada kasir penerimaan uang panjar biaya gugatan. Sisanya lalu dibagi dua, yakni 50 persen buat terdakwa, dan selebihnya untuk operasional juru sita.
"Sebanyak 50 persen yang didinikmati terdakwa dalam kurun 2009-2012 adalah Rp 212,86 juta," tutur Asrul. Selain itu, terdakwa juga meminta sisa uang panjar biaya perkara yang disetor ke kas umum. Caranya, dengan membuat surat permohonan pengembalian sisa uang panjar seolah-olah diajukan penggugat. Selanjutnya, penggugat diminta meneken surat itu serta kuitansi kosong.
"Terdakwa lalu menyuruh Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Bandung mengambil pengembalian uang sisa panjar biaya perkara itu dan kemudian menyerahkannya kepada terdakwa," tutur Asrul. Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Ike dengan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Antikorupsi.
Di luar itu, Ike juga didakwa menarik pungutan liar dan pelicin dari perusahaan pendaftar Perjanjian Bersama Bipartit di PHI Bandung senilai total Rp 588,95 juta pada 2008-2012. Tanpa menggubris peraturan Kepala PHI Bandung, dia menyuruh petugas register untuk memungut duit biaya secara per akta kepada setiap perusahaan pendaftar.
Rinciannya, pada 2008 Ike meminta pungutan Rp 100 ribu per akta. Lalu pada 2009, naik menjadi Rp 150 ribu per akta. Pada 2010-2011, pungutan menjadi 200 ribu per akta. Terakhir pada 2012 Rp 250 ribu per akta. Jumlah total akta pada 2008 sebanyak 1.085 akta, pada 2009 sebanyak 1.288 akta. Pada 2010, 652 akta. Pada 2011, 288 akta, dan 2012, sebanyak 397 akta.
"Sehingga uang yang dipungut oleh terdakwa atas biaya pendaftaran perjanjian bersama bipartit seluruhnya adalah Rp 588,95 juta," kata Asrul. Padahal, merujuk Penetapan Ketua PHI Pengadilan Negeri Bandung, biaya pendaftaran pada 2008 adalah 0 dan pada 2009 sampai sekarang adalah Rp 5.000.
"Perbuatan terdakwa tersebut diancam pidana dalam Pasal 12 huruf b KUHP subsider Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu junto Pasal 64 KUHP," kata Asrul.
Selain kasus menggangsir duit kas pengadian dan duit perusahaan, dalam sidang yang sama, jaksa penuntut juga mendakwa Ike telah menerima suap Rp 352 bersama (eks) hakim Imas Dianasari pada 2010-2011 lalu dari PT Onamba Indonesia. Jaksa KPK juga menjerat suami seorang panitera pengganti di PN Bandung ini dengan tiga pasal tindak pidana money laundering.
Jelang akhir sidang, kubu terdakwa dan penasehat hukum memastikan mereka tak akan mengajukan keberatan atas dakwaan jaksa. Ketua majelis hakim Heri Sutanto pun lalu menetapkan bahwa agenda persidangan kasus Ike selanjutnya langsung tahap pemeriksaan saksi mulai Rabu pekan depan.
"Dakwaan jaksa penuntut baru akan kami tanggapi nanti dalam sidang pembelaan," ucap penasehat hukum terdakwa, Alvis Sihombing, menjawab hakim Heri di pengujung sidang.
ERICK P. HARDI