TEMPO.CO, Surabaya--Aksi blokade jalur kereta api yang dilakukan warga lima desa di Kecataman Duduksampeyan, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, berlangsung ricuh. Tiga warga diringkus dan sempat ditahan aparat Polres Gresik karena dianggap provokator. Tiga warga tersebut adalah Isiak Ulumudin, Muhamad Hasan (warga Desa Setrohadi) dan Albustomi (warga Desa Duduksampeyan).
Aksi warga dipicu ketidakpuasan terkait hasil pertemuan dengan petugas PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi VIII, Sabtu kemarin. "Massa langsung diringkus, dipukuli dan tiga orang dibawa ke Polres Gresik untuk ditahan," kata Ketua Pusat Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (PuDAK) Gresik, Farid Abdillah, Ahad 10 November 2013.
Massa sempat membentangkan spanduk di atas rel sekitar pukul 08.00 WIB. Saat mengetahui massa mulai memblokade rel, aparat memberikan waktu 15 menit untuk berorasi. Namun, kesempatan itu diabaikan pengunjukrasa. Alasannya jumlah massa masih sedikit dan tidak efektif menyuarakan aspirasi. Lantaran waktu sudah habis aparat gabungan TNI dan Polri langsung menggebuki dan meringkus warga.
Mengetahui tiga warga ditahan, 400 warga lima desa langsung mengepung Mapolsek Duduksampeyan. Massa menuntut polisi melepaskan tiga warga yang ditahan. Pukul 11.00, polisi melepaskan kembali warga yang ditahan. "Kami tetap menuntut dibangun palang pintu di perlintasan kereta api," kata dia.
Kepala Kepolisian Resor Gresik Ajun Komisaris Besar Achmad Ibrahim mengatakan, aksi warga belum mengantongi izin. Kapolres mengaku memang sengaja tidak menerbitkan izin karena kegiatan itu dianggap mengganggu kepentingan umum dan bertepatan dengan Hari Pahlawan. "Tidak ada izin buat demo dengan cara memblokade jalur kereta," kata Ibrahim kepada Tempo.
Sabtu, 9 November 2013, warga lima desa dan PT KAI menggelar perundingan. Lima desa yang berkepentingan terhadap palang pintu rel kereta api ialah Tumapel, Tambakrejo, Setrohadi, Braksumari dan Kandangan. Dalam pertemuan itu warga tidak mendapat jawaban memuaskan. Pasalnya, PT KAI tidak menjanjikan segera memenuhi tuntutan warga. Menurut Farid, PT KAI hanya menyarankan perwakilan warga mengajukan proposal ihwal pembangunan palang pintu.
Warga semakin kecewa setelah PT KAI menyatakan pembangunan palang pintu bukan kewajiban mereka, melainkan kewajiban Pemerintah Kabupaten Gresik. "Tuntutan warga sederhana saja. Mereka hanya ingin KAI membangun palang pintu di perlintasan. Minimal 10 korban tewas di perlintasan yang masuk empat desa," kata Farid.
Adapun juru bicara KAI Daops VIII, Sri Winarto mengatakan bahwa tidak semua pembangunan palang pintu dan penjagaan perlintasan dibebankan kepada PT KAI. "Saya dengar Pemkab Gresik sudah menganggarkan pembangunan palang pintu perlintasan di Kecamatan Duduksampeyan," kata Sri Winarto.
DIANANTA P. SUMEDI