TEMPO.CO, Tegal - Pemerintah daerah kewalahan memantau warganya yang bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI). Mereka baru sibuk mencari informasi dan konfirmasi sana-sini ketika nasib buruk menimpa warganya di luar negeri. Seperti saat ribuan TKI di Arab Saudi akan dideportasi karena izin tinggalnya sudah habis (overstay).
“Kami masih mendata TKI Pekalongan di Arab Saudi. Memonitor TKI memang agak repot,” kata Bupati Pekalongan, Amat Antono, saat dihubungi Tempo, Jumat, 8 November 2013. Ia mengatakan, kebanyakan TKI langsung mendaftar ke Jakarta tanpa mengindahkan syarat rekomendasi dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans).
Sejak permasalahan TKI di Arab Saudi ramai diberitakan, Pemerintah Kabupaten Pekalongan telah menerima tiga laporan warga yang anggota keluarganya bekerja di sana. Dua laporan resmi melalui Dinsosnakertrans, yaitu TKI asal Desa Winduaji, Kecamatan Paninggaran, atas nama Ika, dan TKI asal Desa Salakbrojo, Kecamatan Kedungwuni, atas nama Setyowati.
Satu laporan tidak langsung diperoleh dari media yang memberitakan kisah Herlina, TKI asal Desa Tegaldowo, Kecamatan Tirto. Ketiganya bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Amat mengaku sudah berkoordinasi dengan Departemen Luar Negeri untuk mengurus kepulangan mereka. Hasilnya, TKI atas nama Ika terlacak sudah pulang sejak dua pekan lalu.
“Masalahnya, TKI itu kalau sudah pulang tidak pernah lapor ke kami,” kata Kepala Bidang Pelatihan, Penempatan Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Dinsosnakertrans Pekalongan, Tutik Iriyanti, saat dihubungi Tempo. Meski tidak ada aturan yang mewajibkan TKI melapor setelah pulang, Tutik mengatakan, laporan itu dibutuhkan untuk pendataan.
Data dari Dinsosnakertrans Pekalongan, hingga September 2013, ada 201 TKI. Dari jumlah itu, 199 TKI perempuan dan dua TKI laki-laki. Mayoritas TKI Pekalongan bekerja di Jazirah Arab. Di Oman ada 12 TKI. Di Uni Emirat Arab (Abu Dhabi) ada 82 TKI. Di Qatar ada 12 TKI. Di Bahrain ada enam TKI. Di Taiwan ada 25 TKI. Di Malaysia ada enam TKI. Di Singapura ada 31 TKI. Dan di Hong Kong ada 27 TKI.
Kepala Seksi Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dinsosnakertrans Kabupaten Brebes, Budi Darmawan, juga mengatakan sulitnya memvalidasi data TKI karena mereka langsung berangkat dari Jakarta. “Sejak 2012, Arab Saudi mulai ditinggalkan. Negara tujuan TKI yang jadi tren sekarang ini adalah Hong Kong,” kata Budi saat dihubungi Tempo.
Selain lebih dekat dengan Indonesia, Budi menambahkan, Hong Kong jadi tujuan favorit TKI karena menawarkan gaji tinggi. Di Hong Kong, gaji TKI PRT rata-rata Rp 4 juta per bulan. “Lebih tinggi dari pegawai negeri sipil,” ujar Budi. Hingga kini, daerah masih menunggu informasi dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) ihwal pemulangan TKI dari Arab Saudi.
DINDA LEO LISTY