TEMPO.CO, Bandung - Tiga pengusaha rekanan proyek Bina Marga mengaku telah menyetor duit fee ratusan juta rupiah untuk Kepala Dinas Bina Marga Helmi Gustian pada akhir 2011 lalu. Fee disetor setelah proyek selesai dikerjakan melalui staf Dinas bernama Eko Jarek atas perintah terdakwa Helmi.
Pengakuan itu diungkapkan para pengusaha saat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi dengan terdakwa Helmi di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu, 23 Oktober 2013. Ketiga pengusaha itu yakni Sugiarto, Kurniasari, dan Ali Hakim Sihotang.
"Saya menyetor fee kepada Eko pertama Rp 150 juta, kedua Rp 100 juta. Itu perintah Pak Helmi," kata Ali Sihotang menjawab Ketua Majelis Hakim Syamsudin dalam sidang di ruang VI Pengadilan.
Menurut Ali, dia bertemu Helmi Agustus 2011 sebelum Lebaran dan diminta berkoordinasi dengan Eko, staf Dinas Bina Marga. Bos PT Parahyangan Sumber Daya itu mengaku memenangkan lelang proyek peningkatan jalan Pakan Sari, Kabupaten Bogor, Rp 6,8 miliar di Dinas Bina Marga. "Saya diminta setor 12 persen, tapi saya tidak sanggup. Hanya sanggup Rp 250 juta," ujarnya.
Sugiarto mengaku diminta fee oleh Kepala Subbagian Umum dan Kepegawaian Dinas Bina Marga Eko Jarek Nuryanto atas perintah Helmi. Perusahaan Sugiarto mendapatkan proyek peningkatan jalan Pasir Kaler sekitar Rp 200 juta melalui lelang Dinas Bina Marga. "Saya pertama setor Rp 150 juta dulu, terus Rp 82 juta. Setornya setelah proyek selesai dan diambil Pak Eko ke kantor saya," ucap dia.
Begitupun Kurniasari yang mendapatkan proyek peningkatan bahu jalan pada 2011. Ia sempat menemui Helmi di kantor Bina Marga dan diingatkan soal adanya 'kewajiban' jika pengerjaan proyek rampung. "Setelah proyek selesai, saya diminta Rp 41 juta oleh Pak Eko. Saya bayar menyicil tiga kali," kata perempuan berjilbab pimpinan CV Kurnia Bhakti itu.
Selain ketiga pengusaha, sidang juga memeriksa dua eks bawahan Helmi di Bina Marga: Asep Yuyun dan Sumartono. Asep mengaku pernah diminta Helmi menyerahkan data pengusaha rekanan Dinas. Dia juga diminta Helmi untuk menetapkan setoran fee bagi para rekanan yang berhasil mendapatkan proyek, namun tak dia laksanakan.
"Yang menentukan nilai fee langsung Pak Helmi di ruang Kepala Dinas dalam pertemuan dengan saya, Ketua Kadin Bogor, asosiasi. Fee 5 persen dan 12 persen," ujar Asep. Adapun Sumartono mengaku mencatatkan penerimaan fee dan penggunaannya sesuai permintaan Eko Jarek. "Total ada Rp 11 miliar lebih. Saya tidak pernah lihat uangnya," kata Sumartono.
Saat sidang, hakim Syamsudin sempat menyebut sebagian pengeluran uang asal fee dari rekanan yang dicatat Sumartono, antara lain untuk wartawan, LSM, dan DPRD.
Atas keterangan para saksi, Helmi, yang sempat beberapa kali mangkir di persidangan, membantah keterangan saksi Asep Yuyun. "Soal pertemuan penentuan fee yang dihadiri Kadin itu hanya wacana," kata Helmi.
Usai sidang, jaksa penuntut Aprillyana Purba mengatakan, total ada 180 lebih transaksi fee dari pengusaha rekanan senilai Rp 12 miliar.
Dari berkas dakwaan yang diperoleh Tempo dari Panitera Pengadilan, Helmi meminta bawahannya membuat daftar pengusaha/perusahaan yang mendapat proyek di Bina Marga pada 2011. Lalu dia menetapkan komisi yang harus disetor para pengusaha seusai kelompok pekerjaan. Nilai komisi antara 5 hingga 12 persen.
ERICK P. HARDI