TEMPO.CO, Jakarta-Pengamat sejarah, Bonnie Triana, meminta pemerintah bersikap kritis terhadap permintaan maaf Belanda. Menurut dia, pemerintah Negeri Kincir Angin itu hanya berlaku untuk sebagian tindakan saja. "Hanya untuk dua kejadian yaitu pembantaian Rawagede dan Westerling," ujar dia ketika dihubungi, Senin, 2 September 2013.
Bonnie mengatakan, permintaan maaf didasari perjanjian Linggarjati yang menyebutkan Belanda berhak atas wilayah Sulawesi dan beberapa dilayah di Pulau Jawa. Dengan demikian, dia menambahkan, permintaan maaf yang dimintakan pemerintah Belanda kali ini hanya ditujukan kepada warganya sendiri.
Permintaan maaf, menurut dia, baru disampaikan setelah kebanyakan veteran Belanda meninggal. Ia mencontohkan, ucapan maaf baru disampaikan setelah Raymond Pierre Paul Westerling, pemimpin satuan militer Belanda yang menjadi otak pembantaian di Sulawesi Selatan meninggal pada 1993. "Permintaan maaf terkesan terlambat."
Bonnie sendiri menduga ada maksud lain di balik permohonan maaf ini. Menurut dia, Belanda bisa saja ingin menarik simpati masyarakat Indonesia melalui pernyataan tersebut. "Bisa saja upaya memuluskan misi dagang Perdana Menteri Mark Rutte ke sini," kata Pemimpin Redaksi majalah Historia itu.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia menyambut permohonan maaf dari Belanda. Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Michael Tene, permintaan maaf ini merupakan niat baik dari Belanda tanpa didahului proses pengadilan.
FAIZ NASHRILLAH
Topik Terhangat
Polwan Jelita | Lurah Lenteng | Rupiah Loyo | Konvensi Demokrat | Suap SKK Migas
Berita Terkait
DPR: Jalan Medan Merdeka Tak Usah Diganti
Jalan Tol Akan Diatur Saat Puncak Arus Mudik
Transaksi Gerbang Tol Diprediksi Naik 300 Persen