TEMPO.CO, Jember -Wildan Yani Ashari, terdakwa peretas situs pribadi Presiden SBY memohon majelis hakim menjatuhkan hukuman ringan. "Saya mengaku bersalah. Itu terjadi karena kekhilafan saya. Saya mohon majelis hakim memberikan vonis seringan-ringannya," ujar Wildan saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Negeri Jember, Rabu, 12 Juni 2013 siang.
Pemuda yang meretas situs http://www.presidensby.info itu juga mengaku masih harus membantu perekonomian orang tuanya dengan bekerja sebagai teknisi dan penjaga warnet. Dia juga mengaku masih berniat meneruskan pendidikannya yang terhenti sejak bulan juni 2011 silam. "Saya benar-benar menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan seperti itu,"kata dia.
Selama membacakan dua lembar nota pembelaan yang ditulis tangan itu, Wildan nampak tegang. Sri Hariyati, ibunya, nampak terisak di bangku pengunjung sidang bersama suaminya, Ali Jakfar.
Syahrul Machmud, SH, Ketua majelis hakim kasus itu menganggapi santai pledoi Wildan. Dia juga mengatakan putusan majelis hakim akan dibacakan Rabu pekan depan. "Kamu yang rajin salat malam ya, biar kami tergugah,"katanya seraya tersenyum.
Ali Jakfar, ayah Wildan saat diberi kesempatan hakim untuk berbicara juga meminta anak bungsunya itu dihukum ringan. "Saya mohon Pak Hakim. Bagi kami, hukuman ringan itu menjadi kado istimewa ulang tahun Wildan ke-21,"katanya.
Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Wildan Yani Ashari, dengan hukuman selama 10 bulan penjara. Selain itu, peretas situs pribadi Presiden SBY itu juga diwajibkan membayar denda sebanyak Rp 250 ribu subsidier satu bulan penjara. "Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan,"kata jaksa Lusiana, SH saat membacakan tuntutannya, Selasa, 4 Juni 2013 siang.
Pemuda kelahiran 18 juni 1992 itu dinilai jaksa telah melanggar pasal 46 ayat (1) juncto pasal 30 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ada dua hal yang meringkan tuntutan bagi Wildan. Pertama, kata Lusiana, Wildan tidak pernah dihukum atau dipenjara. "Selain itu, ada permintaan saksi dari Mabes Polri bahwa terdakwa sangat berbakat dan perlu diarahkan agar bisa menggunakan keahliannya dengan baik dan berguna,"kata dia.
MAHBUB DJUNAIDY
Berita Lainnya:
Hidayat Nur Wahid: PKS Memang Main di Dua Kaki
Laris Manis Lelang Barang Gratifikasi di KPK
Dolar Tembus Rp 10.000, BI Guyur US$ 100 Juta/Hari
Jokowi Ganti Dua Direktur RSUD
Apa Saja Kelebihan iOS 7?