TEMPO.CO, Jakarta - Datasemen Khusus 88 Anti-Teror Kepolisian RI memiliki kualifikasi tersendiri, berbeda dengan anggota polisi lainnya. Kata pengamat keamanan dari Universitas Padjajaran, Muradi, ada tiga hal khusus dari tiap anggota Densus 88.
Pertama, karena Densus berada di Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Polri dan Direktorat Serse kepolisian Daerah, maka personel datasemen ini harus seorang reserse yang handal. "Karena itu, hampir setiap aktivitas Bareskrim dan Ditserse menyertakan personel Densus 88 di lapangan," kata Muradi dalam buku Densus 88 AT: Konflik, Teror, dan Politik. "Terutama terkait dengan kejahatan khusus, seperti narkoba, pembalakan liar, atau pencurian ikan."
Kedua, personel Densus memiliki kualifikasi anggota intelijen keamanan. Mereka mampu melakukan pendeteksian, analisis, dan kontra intelijen. Di beberapa kasus, kata Muradi, keterlibatan aktif anggota Densus dalam kerja intelijen kepolisian mampu meningkatkan kinerja Mabes Polri serta Polda setempat. "Misalnya pada polda yang daerahnya menggelar pilkada atau terjadi konflik," katanya.
Kualifikasi ketiga, kemampuan bernegosiasi. Personel Densus adalah seorang negoisator yang baik. Mereka mampu meminimalkan jatuhnya korban jiwa yang lebih besar. Misalnya, dalam kasus penyanderaan oleh anggota terorisme. "Mereka bernegosiasi untuk menekan korban jiwa, tapi juga tetap menegakkan hukum," kata Muradi.
Contoh kemampuan negosiasi ini terlihat pada saat pengepung tempat persembunyian buronan teroris, Dr. Azahari dan Noordin M. Top. Meski Azahari meledakkan diri dan Noordin M. Top berhasil lolos, tetapi prosedur dan langkah yang dilakukan oleh negoisator Densus relatif berhasil. "Mereka tidak sampai melukai atau berdampak negatif pada masyarakat sekitarnya," kata Muradi.
AMIRULLAH
Begini Destasemen Khusus 88 Antiteror Dibentuk
Densus 88 Ada Agar Tiada Pelanggaran HAM Masif
Ansyaad : Musuh Itu Teroris, Bukan Densus
Pengusul Densus Bubar Tak Paham Bahaya Teroris
Polisi Akui Densus 88 Melakukan Pelanggaran