TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah video yang beredar di YouTube berisi tindakan kekerasan Detasemen Khusus 88 Antiteror memunculkan keinginan supaya satuan khusus ini dibubarkan. Padahal, kemunculan tim elite di Kepolisian RI itu tak lepas dari aksi kekerasan, bahkan teror dari para teroris di Indonesia.
Pada awalnya, cikal bakal Densus 88 Antiteror lahir dari Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Terorisme. Instruksi ini dipicu oleh maraknya teror bom hebat sejak 2001. Aturan ini kemudian dipertegas dengan diterbitkanya paket Kebijakan Nasional terhadap pemberantasan Terorisme dalam bentuk Peraturan Pengganti Undang-Undang No. 1 dan 2 Tahun 2002.
Pengamat kepolisian dari Universitas Padjajaran, Muradi, dalam bukunya Densus 88 AT; Konflik, Teror, dan Politik menyebutkan Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan merespons perintah itu dengan membentuk Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme pada 2002. Desk ini langsung berada di bawah koordinasi Menteri Koordinasi Politik dan Keamanan. Desk ini berisi kesatuan Antiteror Polri, yang lebih dikenal dengan Detasemen C Resimen IV Gegana Brimob Polri, dan tiga organisasi antiteror TNI dan intelijen.
Dalam perjalanannya, institiusi-institusi antiteror tersebut melebur menjadi Satuan Tugas Antiteror di bawah koordinasi Departemen Pertahanan. Namun inisiatif Matori Abdul Djalil, Menteri Pertahanan saat itu, berantakan. "Masing-masing kesatuan antiteror tersebut lebih nyaman berinduk kepada organisasi yang membawahinya," Muradi menjelaskan.
Satgas Antiteror pun tidak berjalan efektif. Masing-masing kesatuan antiteror berjalan sendiri-sendiri. Akan tetapi, eskalasi teror tetap meningkat. Polri terpaksa membentuk Satuan Tugas (Satgas) Bom Polri. Tugas pertama Satgas Bom adalah mengusut kasus Bom Natal pada 2001 dan dilanjutkan dengan tugas-tugas yang terkait dengan ancaman bom lainnya.
"Satgas Bom Polri ini menjadi begitu dikenal publik saat menangani beberapa kasus peledakan bom yang terkait dengan kalangan luar negeri, sebut saja Bom Bali I, Bom Bali II, Bom Marriot, dan Bom Kedubes Australia," kata Muradi yang juga dosen hubungan internasional Universitas Paramadina ini.
Satgas ini berada di bawah Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, dan dipimpin oleh perwira polisi bintang satu. Namun, di samping ada satuan antiteror Gegana Brimob Polri dan Satgas Bom Polri, kepolisian memiliki organisasi sejenis dengan nama Direktorat VI Antiteror di bawah Bareskrim Mabes Polri. Keberadaan Direktorat VI Antiteror ini tumpang-tindih dan memiliki fungsi dan tugas yang sama sebagaimana yang diemban oleh Satgas Bom Polri.
Karena itulah Mabes Polri akhirnya mereorganisasi Direktorat VI Antiteror, di mana kemudian secara resmi Kapolri Jenderal Da’i Bachtiar menerbitkan Surat Keputusan Kapolri No. 30/VI/2003 tertanggal 20 Juni 2003. Sejak itulah Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri yang disingkat Densus 88 AT Polri terbentuk.
AMIRULLAH
Baca juga
EDISI KHUSUS: Kontroversi Densus
Ansyaad: Musuh Itu Teroris, Bukan Densus
Pengusul Densus Bubar Tak Paham Bahaya Teroris
Polri: Video Kekerasan Densus 88 Terjadi 2007
Video Kekerasan Densus, Ini Kata Komnas HAM
Video Kekerasan Densus 88, Ini Tanggapan Kapolri