TEMPO.CO, Surakarta - Pemerintah Kota Surakarta pada tahun ini berencana mengerjakan proyek senilai belasan miliar di lahan Sriwedari. Rencana itu dikritik oleh sejumlah kalangan lantaran lahan tersebut masih jadi sengketa di pengadilan.
Proyek pertama yang akan dikerjakan adalah renovasi dan penambahan bangunan Museum Radyapustaka. Mereka memperoleh dana Rp 3 miliar dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sedangkan proyek lainnya adalah pembangunan museum keris yang bernilai Rp 10 miliar.
"Sebenarnya kami mengajukan proposal Rp 35 miliar untuk pembangunan museum keris," kata Sekretaris Daerah Kota Surakarta Budi Suharto, JUmat 18 Januari 2013. Hanya saja, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hanya mengabulkan Rp 10 miliar untuk museum yang akan dibangun di lahan Sriwedari itu.
Budi mengakui bahwa pada saat ini lahan Sriwedari memang tengah menjadi sengketa. Penguasaan lahan tersebut oleh Pemerintah Kota Surakarta digugat oleh ahli waris Wiryodiningrat yang mengklaim bahwa lahan tersebut kepunyaannya. Pada saat ini, perkara tersebut sudah masuk di tingkat kasasi.
Budi berdalih, penambahan gedung di Museum Radyapustaka merupakan langkah legal. "Radyapustaka merupakan cagar budaya sehingga negara wajib merawatnya," katanya. Apalagi, kondisi museum tertua di Indonesia tersebut saat ini sudah tidak mampu menampung benda koleksinya.
Sedangkan untuk pembangunan museum keris, Budi menyebut bahwa lahan yang akan digunakan statusnya masih sah milik pemerintah. "Kami masih bebas untuk mempergunakannya," kata dia. Museum tersebut akan dibangun di bekas gedung Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil yang berada di atas lahan Sriwedari.
Hanya saja, rencana pembangunan itu mendapat kritikan dari pihak penggugat. "Pemerintah seharusnya menghormati proses hukum yang sedang berlangsung," kata koordinator ahli waris Wiryodiningrat, Gunadi. Apalagi, kasus tersebut sempat dimenangkan oleh pihak ahli waris di tingkat banding.
Sebenarnya, pembangunan itu justru akan menguntungkan pihak ahli waris jika mereka dapat memenangkan sengketa. "Tapi kami tidak berpikir ke sana. Uang pembangunan itu adalah uang rakyat," kata Gunadi. Dia berharap pemerintah membiarkan lahan tersebut dalam kondisi status quo.
Meski demikian, lanjutnya, ahli waris tidak akan melakukan langkah hukum terkait rencana pembangunan museum tersebut. Pihaknya memilih untuk berdiam diri hingga ada putusan kasasi dari Mahkamah Agung. "Yang penting kami sudah pengingatkan pemerintah," katanya.
Pengamat hukum dari Universitas Sebelas Maret Solo, Mohammad Jamin juga menilai tindakan pemerintah untuk membangun gedung di Sriwedari merupakan tindakan berisiko. "Lebih baik Surakarta menunggu kasus hukumnya itu selesai," katanya.
Menurutnya, pembangunan dua museum itu akan menuai masalah besar jika pemerintah kalah di pengadilan. Sebab keuangan negara bisa dirugikan. "Bisa berujung pada kasus tindak pidana korupsi lantaran ada unsur kerugian negara," kata Jamin.
Dia menyarankan agar pemerintah tetap merawat lahan tersebut selama masih dalam sengketa. Alasannya, lahan seluas 10 hektar itu berada tepat di tengah kota. "Namun jangan sampai pemerintah pembuat bangunan permanen di lahan sengketa," katanya.
Sengketa atas lahan Sriwedari tersebut sudah berlangsung sejak puluhan tahun silam. Sejumlah bangunan penting berdiri di lahan tersebut, seperti Museum Radyapustaka, Stadion R Maladi, perkantoran serta Gedung Wayang Orang.
AHMAD RAFIQ