TEMPO.CO, MATARAM - Anggapan bahwa desa tidak menjanjikan masa depan harus diubah. Perwakilan Australian Community Development and Civil Strengthening Scheme (ACCESS) di Indonesia, Farid Hadi Rahman, mengatakan pandangan ini menyebabkan desa-desa Indonesia makin banyak kehilangan aset paling berharganya, yakni tenaga terdidik.
Farid menjelaskan ini di sela seminar nasional "Diseminasi Pengalaman Inovasi dan Emansipasi Desa dari Indonesia Timur, Membangun Kemandirian dan Penanggulangan Kemiskinan" yang diselenggarakan oleh Institute For Research and Empowerment, ACCESS dan Tempo di Mataram, Sabtu, 5 Januari 2013.
Forum ini membahas pengalaman ACCESS mengaplikasikan strategi pengelolaan aset desa untuk pemberdayaan masyarakat desa di empat provinsi, yakni Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan.
Menurut Farid, saat ini tenaga terdidik asal desa selalu lebih tertarik memilih jalur migrasi ke kota untuk bekerja karena anggapan tersebut. Akibatnya, desa terus kehilangan aset-asetnya mulai lahan menyusut, sumber pendapatan makin jarang, hingga kekurangan tenaga terdidik. "Aset desa tinggal sisa-sisa saja. Inilah yang mesti segera diidentifikasi dan dikelola," ujar dia.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM