TEMPO.CO, Jakarta - Pada 7 Agustus 1938, W.R. Soepratman siap berangkat memimpin anggota Kepanduan Bangsa Indonesia menyanyikan lagu Matahari Terbit, yang akan disiarkan oleh Nederlandsch-Indische Radio Omroep Maatschappij atawa NIROM--sekarang RRI. Tiba-tiba polisi datang menangkap dan memenjarakannya di Lembaga Pemasyarakatan Kalisosok. Majalah TEMPO 2 November 2008 menuliskan ia dituduh membantu Jepang yang akan berekspansi ke Indonesia, menggusur Belanda.
Ia akhirnya dibebaskan, tapi sejak itu Soepratman sakit-sakitan.
Dalam kondisi yang kian hari kian parah, ia ditemani Kasan Sengari, iparnya, dan Imam Supardi, pemimpin redaksi Panyebar Semangat. Kepada Imam, ia membuka hati bahwa ia tidak merasakan kebahagiaan hidup karena percintaan. Soepratman memang tidak menikah. Namun, Imam tak menanyakan atau membahas lebih lanjut karena khawatir karibnya makin kecewa. Maka, percintaan itu menjadi teka-teki hingga sekarang.
Dalam catatan tangan Kusbini, karib sesama komponis, Soepratman kerap datang ke warung Asih di Kapasari atau warung Djurasim di Bubutan, Surabaya, untuk menghibur diri. Paling-paling, ia melamun ditemani kue dan secangkir kopi. “W.R. Soepratman menutup rahasia hidupnya dalam Taman Asmara,” tulis Kusbini. “Taman Asmara” adalah istilah Kusbini untuk patah hati sahabatnya.
Tengah malam, 17 Agustus 1938, sang komponis tutup usia. Jenazahnya dikebumikan secara Islam di Surabaya dan pada 31 Maret 1956 dipindahkan ke makam khusus di Tambaksegaran Wetan, Surabaya.
EVANS | PDAT | WANTO
Berita Terpopuler
W.R. Soepratman Jadi Tokoh Pergerakan
Dengan Biola, WR Soepratman Bawakan Indonesia Raya
W.R. Soepratman Pencipta Indonesia Raya
Gedung Sumpah Pemuda, dari Indekos sampai Museum
Lagu Indonesia Raya dan Kontroversinya