TEMPO.CO, Ada yang berbeda dengan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Kepolisian Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar, Selasa, 16 Oktober 2012. Boy, begitu dia biasa dipanggil, tak mengenakan baju dinas lengkap dengan tanda pangkat tersemat di bahunya.
Dia juga tak menuju Markas Besar Polri di Trunojoyo, Kebayoran Baru. Mengenakan kaus berkerah warna coklat muda dan celana kain coklat tua, Boy justru melenggang ke kantor Menteri Politik Hukum dan Pertahanan di Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat.
Rupanya dia diundang oleh kementerian untuk ikut serta dalam press tour ke PT. Pindad (Persero) di Bandung, Jawa Barat. Tiba di Pindad, Boy meninjau lokasi perakitan Panser Anoa. Usai mendengar paparan staf perusahaan, Boy segera mengabadikan dirinya di kamera. Dia berpose di depan Anoa yang setengah jadi. "Sekali lagi," kata Boy pada pegawai kementerian yang dimintai tolong.
Sesi foto-foto rupanya terus berlanjut. Dia juga menyempatkan diri berfoto bersama staf pabrik. Menyusul kemudian bersama sejumlah staf Pindad, dan tak lupa para reporter wanita dari televisi swasta.
Namun dia kemudian terlibat pembicaraan serius dengan Wakil Kepala Divisi Kendaraan Khusus Pindad Yadi Kussuryadi. "Kalau Polri tahun ini pesan berapa unit untuk kendaraan semacam Anoa?," kata Boy.
"Setahu saya belum ada untuk tahun ini," jawab Yadi spontan. Boy sedikit tertegun dengan jawaban itu. Yadi buru-buru menambahkan. "Dulu sih memang pernah," kata dia.
Saat menanyakan soal senjata pesanan kepolisian, jawaban nyaris serupa juga mendarat di telinga Boy. "Masih sedikit, tapi belum ada lagi (pesanannya)," ujar Yadi.
Padahal, kata Yadi, kepolisian sempat berkomitmen untuk menggunakan senjata buatan Pindad. "Tapi belum tahu gimana kelanjutannya," kata Yadi. Kontan Boy menjawab,"Coba ditagih terus aja janjinya," kata Boy singkat.
Siang itu, Boy Rafli tampak santai. Dia pun sempat menanggapi pertanyaan pewarta yang terus membuntuti sepanjang tur pabrik. Satu persatu pertanyaan dijawab olehnya. Termasuk soal kasus simulator uji mengemudi.
Hingga perjalanan pulang, Boy tak canggung berbaur dengan para pewarta di dalam bus. Kadang ia mengobrol dengan orang yang duduk di depan dan di belakangnya. Kadang pula, dia tertidur dalam perjalanan sekitar 2,5 jam itu. Tiba di Jakarta, sejumlah pewarta sempat menyapa dan menyalami Boy. "Terimakasih ya," kata dia. Mudah-mudahan 'Pak Boy' masih serileks ini besok, apalgi untuk menjawab pertanyaan seputar penyidik dan simulator.
SUBKHAN