TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, menilai Siti Hartati Tjakra Murdaya mengkambinghitamkan anak buahnya terkait kasus yang menjeratnya. “Ini standar koruptor dengan mengkambinghitamkan orang lain,” kata Emerson kepada Tempo, Kamis, 20 September 2012.
Koruptor, katanya, tidak mungkin proaktif mengakui terlibat korupsi. Menimpakan kesalahan pada orang lain di luar perkara menjadi modus penyelamatan diri. “Secara logika, tidak mungkin orang lapangan mengeluarkan uang tanpa persetujuan pimpinan selaku pengambil keputusan,” ujar Emerson.
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Hartati sebagai tersangka sejak 8 Agustus lalu. Ia diduga memerintahkan General Manager PT Hardaya, Yani Anshori; dan Direktur Operasional PT Hardaya, Gondo Sudjono; untuk menyuap Amran Batalipu, Bupati Buol, Sulawesi Tengah, sebesar Rp 3 miliar.
Suap itu diduga untuk memuluskan pengurusan hak guna usaha perkebunan sawit PT Hardaya dan PT Cipta Cakra Murdaya, dua perusahaan milik Hartati yang bercokol di Kecamatan Bukal, Buol. KPK pun sudah menetapkan Amran, Yani, dan Gondo menjadi tersangka dalam kasus tersebut.
Dalam pemeriksaan perdana sebagai tersangka, Rabu lalu, Hartati menuding anak buahnya, Totok Lestiyo, Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation, mendalangi suap kepada AMran. "Dia menggelapkan, mengambil uang perusahaan, dan diberikan ke orang luar," kata Hartati di KPK.
Dalam dakwaan jaksa, selain Yani dan Gondo, disebutkan dua anak buah Hartati lainnya ditengarai ikut terlibat: Totok serta Arim, staf keuangan PT Hardaya. Arim mendampingi Yani menyerahkan Rp 1 miliar kepada Amran. Sedangkan Totok orang yang meminta Arim menyiapkan Rp 2 miliar, yang ditransfer ke sejumlah orang dan dicairkan untuk diserahkan kepada Amran.
Pengamat hukum dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Oce Madril, mengimbuhkan, Hartati ingin melokalisasi kasusnya di tingkat staf. Dia ingin lepas dari tuduhan-tuduhan yang selama ini mengarah ke dugaan dia sebagai penyuap," kata Oce.
Pengacara Hartati, Tumbur Simanjuntak, berkukuh kliennya diperas. Menurut dia, apabila pejabat yang mendatangi pengusaha bukan penyuapan. “Ini pemerasan, buktinya dia minta Rp 3 miliar, Rp 5 miliar sampai datang ke Jakarta. Meski akhirnya kami hanya memberi Rp 1 miliar,” ujar Tumbur.
ISMA SAVITRI | AYU PRIMA SANDI
Berita Terkait
Minta Hartati Tak Ditahan, Biksu Berdoa di KPK
KPK Pastikan Hartati Murdaya Ditahan
Diperiksa KPK, Hartati Murdaya Pakai Kursi Roda
KPK Dapat Sinyal Periksa Jenderal Didik
Bisnis Wa Ode dari Merauke Hingga Pulau Seram