TEMPO.CO, Jakarta - Tim pengacara terdakwa kasus suap anggaran proyek di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Angelina Sondakh, menganggap surat dakwaan jaksa obscur libel atau tidak cermat, lengkap, dan jelas. "Oleh karena itu, kami meminta agar majelis hakim mengabulkan eksepsi sepenuhnya dan menyatakan surat dakwaan batal demi hukum atau setidaknya tidak dapat diterima," kata pengacara Angie, T. Nasrullah, dalam sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 13 September 2012.
Nota keberatan yang tebalnya 45 halaman itu memuat berbagai argumen untuk menanggapi dakwaan penuntut umum. Salah satu poin yang menurut Nasrullah lemah adalah penggunaan Pasal 5 ayat 2 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dihubungkan dengan Pasal 5 ayat 1 undang-undang yang sama. Nasrullah menjelaskan, Pasal 5 (2) merupakan pasal tentang suap pasif. "Pasal tentang suap pasif itu tak bisa berdiri sendiri, harus dihubungkan dengan penyuapan aktifnya," kata Nasrullah kepada Tempo sebelum persidangan.
Nasrullah mempertanyakan tindakan yang diambil penyidik terhadap pelaku suap aktif yang memberi uang kepada Angie. Menurut dia, perkara itu tak pernah dia dengar "Pernah menjalani proses penyelidikan atau penyidikan enggak? Jangan-jangan tidak pernah," kata Nasrullah saat dihubungi sehari sebelum sidang pembacaan eksepsi.
Dalam persidangan sebelumnya, Angie didakwa menerima suap Rp 12,58 miliar dan US$ 2,35 juta terkait penganggaran proyek Kemendikbud dan Kemenpora tahun anggaran 2010-2011. "Terdakwa selaku anggota Dewan Perwakilan Rakyat menerima hadiah dari Permai Grup yang sebelumnya dijanjikan Mindo Rosalina Manulang, padahal patut diketahui janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu sesuai jabatannya," kata jaksa Agus saat membacakan dakwaan.
Angie dijerat tiga dakwaan, yakni Pasal 12 ayat 1 huruf a jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 Kitab UU Hukum Pidana, Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 KUHP, dan Pasal 11 jo pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Karena itu, ia terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Tim kuasa hukum juga mempermasalahkan penggunaan dakwaan alternatif yang tak cermat, yakni Pasal 64 ayat 1 KUHP. "Pasal 64 itu untuk kejahatan yang sejenis dan selisih waktunya tak terlalu jauh," katanya. Dengan begitu, pasal tersebut tak cocok digunakan dalam jenis dakwaan alternatif.
Perbuatan menerima uang yag dituduhkan kepada Angelina, menurut Nasrullah, tidak dirumuskan secara jelas dalam ketiga poin dakwaan. "Mana uang yang untuk Kemendiknas dan Kemenpora? Selain itu, berapa jumlah uang yang disebut diterima pihak lain? Jangan semuanya ditimpakan ke Angie," katanya.
Adapun Angie menolak bicara banyak soal eksepsinya dan menunggu tanggapan dari jaksa saja. "Nanti, kan, ada tahap pembuktian. Yah, kita lihat saja sama-sama. Saya hanya berharap untuk mendapatkan keadilan saja," katanya.
ANGGRITA DESYANI
Berita lain:
Foke Bantah Gunakan Jamkesda untuk Galang Suara
Tawuran Dari Atas Truk Semen, Satu Pelajar Tewas
DKI Tak Akan Menyerah Dalam Sengketa JORR
Densus Sempat Grebek Rumah Kosong Vila Asia
Karyawan RS UKI Unjuk Rasa, Pasien Telantar