TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hubungan internasional dari Universitas Parahyangan, Bob Sugeng Hadiwinata, menilai pemberian grasi kepada terpidana narkotik, Schapell Leigh Corby, adalah langkah pragmatis untuk meningkatkan citra Indonesia di mata Australia.
“Kalau memang alasan pemberian grasi untuk hubungan diplomasi, ini kepentingan jangka pendek,” kata Bob saat dihubungi pada Jumat, 25 Mei 2012 pagi.
Bob mengatakan Indonesia punya kepentingan untuk meningkatkan citra di mata dunia internasional. Sebab Indonesia, kata Bob, baru saja gagal melewati Universal Periodic Review (UPR) Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB dengan baik. “Negara-negara kurang puas dengan paparan menteri luar negeri,” kata Bob. Adapun paparan tersebut disampaikan pada Rabu, 23 mei 2012 lalu.
Menurut Bob, pemberian grasi bisa menjadi satu cara untuk menunjukkan bahwa Indonesia beriktikad baik kepada Australia. Keringanan hukuman bagi Corby bisa jadi alat kompensasi buruknya paparan pemerintah terkait penegakan HAM di PBB. “Ini adalah good gesture politic,” katanya.
Corby adalah warga negara Australia yang ditangkap aparat karena membawa empat kilogram ganja. Ia ditangkap di Bandara Ngurah Rai, Bali, pada 2004. Atas kejahatannya, ia dihukum penjara 20 tahun. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian memberi keringanan pengurangan lima tahun hukuman bagi Corby.
ANANDA BADUDU