TEMPO.CO, Sumendep -Sikap Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Kalianget, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, yang memaksa lima siswanya menandatangani surat pengunduran diri dari sekolah karena diduga mencuri sebungkus bakpia dan kripik diprotes wali murid.
“Anak saya depresi karena diminta mengundurkan diri, padahal saya yakin dia tidak mencuri,” kata Sri Handayani, orang tua NR, salah seorang siswa SMKN 1 Kalianget yang dipaksa keluar dari sekolah, Kamis 17 Mei 2012.
Menurut Sri, terlepas dari siapa yang benar dan salah, sanksi pengunduran diri yang diajukan pihak sekolah sangat berlebihan. Sebab, pihak Sentra Pengembangan Agribisnis Terpadu (SPAT), Pandaan, Kabupaten Pasuruan, hanya meminta agar kelima anak yang magang dan diduga mencuri diberi pembinaan, bukan dipecat. “Anak saya masih mau sekolah, kenapa diperlakukan seperti ini, padahal belum terbukti bersalah,” ujarnya.
Ketua Dewan Pendidikan Sumenep, M. Kamalil Ersad, sangat menyesalkan tindakan sekolah yang percaya begitu saja pada pernyataan perusahaan dan mengesampingkan kesaksian anak-anak. Padahal, sekolah seharusnya mengutamakan anak-anak. ”Sangat naif jika sekolah dikuasai oleh perusahaan,” katanya kepada Tempo.
Untuk meluruskan masalah ini, kata Kamal, Dewan Pendidikan Sumenep akan menggelar mendengar dari pihak terkait, termasuk juga akan memberikan rekomendasi kepada Bupati. ”Tidak benar juga sekolah memaksa siswanya mengundurkan diri," katanya.
Kepala SMKN 1 Kalianget, Syaiful Rahman, mengatakan permintaan agar kelima siswanya mengundurkan diri adalah keputusan yang tepat agar menjadi pembelajaran bagi siswa lain. “Kasus ini mencemarkan nama sekolah,” katanya.
Meski kelima siswa membantah, kata Syaiful, pihaknya lebih percaya pada keterangan SPAT. Sebab berdasarkan berita acara hasil pemeriksaan rutin keamanan perusahaan itu, terdapat 19 item makanan kecil seperti bakpia, dodol telo, brownies, mi, kripik telo, dan jamu instan, yang akan dibawa pulang siswa. ”Jika ditotal makanan yang dibawa kelima siswa senilai Rp 3,5 juta,” ujar dia.
Bukti lain yang dapat menguatkan, kata Syaiful, adalah pengepakan camilan yang dicuri sudah berbeda dibanding aslinya. ”Jadi packing-nya itu beda. Kalau harusnya isi lima, ini di-packing isi tujuh. Berarti di-packing sendiri oleh anak-anak,” katanya lagi.
Kasus ini sendiri bermula saat kelima siswa SMKN 1 Kalianget mengikuti praktek kerja industri selama dua bulan di Sentra Pengembangan Agribisnis Terpadu (SPAT), Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
Menurut NR, salah seorang siswa yang dituding mencuri, siswa magang ini sering kerja lembur. Saat lembur itulah seorang karyawan di SPAT memberi camilan produksi SPAT berupa sebungkus bakpia dan keripik. Namun camilan pemberian itu tidak makan, melainkan disimpan untuk dijadikan oleh-oleh saat selesai magang.
Tapi, sial menimpa kelimanya. Saat magang berakhir dan kelimanya hendak pulang, satpam SPAT menggeledah barang bawaan mereka dan menemukan sebungkus bakpia dan kripik.
Sejak itulah, kata NR, dia dan teman-temannya dituding telah mencuri dengan membawa barang- barang produksi perusahaan tanpa izin. “Yang diberikan ke kami itu, bakpia, kripik, jamu instan dan beberapa jenis camilan lain, tapi kami tidak mencurinya, kami diberi oleh karyawan,” ujar NR.
MUSTHOFA BISRI