TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Pusat Arkeologi Nasional (Arkenas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Harry Truman Simanjutak, membantah anggapan bahwa situs Gunung Padang adalah bagian dari Atlantis. "Bahkan, situs tersebut belum bisa dikatakan sebagai piramida," ucapnya pada Kamis, 29 Maret 2012.
Harry yang berbicara dalam acara "Rembuk Arkeologi Situs Gunung Padang" menyatakan situs Gunung Padang ada di zaman yang lebih muda daripada yang selama ini diperkirakan. “Banyak yang menyangka bahwa situs tersebut berasal dari zaman 11.000 tahun yang lalu," ucapnya.
Angka 11.000 tersebut muncul dari pendapat Plato mengenai keberadaan Atlantis dalam bukunya Timeaus dan Critias. Dalam buku tersebut Plato menyebut adanya sebuah peradaban yang sangat maju yang belakangan dikenal dengan nama Atlantis.
Menurut Harry, pendapat Plato itu membuat banyak peneliti berlomba-lomba mencari keberadaan Atlantis. "Hingga akhirnya ada buku karya Arysio Santos yang mengatakan bahwa Atlantis ada di Indonesia, tepatnya di Tanah Sunda," kata Harry.
Hanya saja Harry berpendapat kesimpulan Santos tidak tepat karena peradaban moderen di daerah tersebut baru muncul 6.000 tahun yang lalu. "Sedangkan Santos masih berpegang pada 11.000 tahun lalu," ujarnya.
Menurut Harry, pada 12.000 tahun tersebut, peradaban manusia masih pada fase Megalitikum dan peralatan yang digunakan masih terbuat dari batu seadanya. "Memasuki 8.500 tahun lalu masuk Neolithikum, tetapi tetap belum bisa dibilang maju," kata dia.
Di Indonesia keberadaan peradaban maju baru masuk sekitar 4.000 tahun lalu. "Sehingga argumentasi Santos lemah," ucapnya. Dia juga menyanyangkan Santos membuat penelitian, tetapi tidak pernah turun langsung ke Situs Gunung Padang.
Situs Gunung Padang terletak Kampung Gunung Padang dan Kampung Panggulan, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Cianjur. Situs ini berbentuk punden berundak yang terbesar di Asia Tenggara. Luas bangunan purbakalanya sekitar 900 meter persegi dengan luas areal situs kurang lebih sekitar 3 hektar.
SYAILENDRA