TEMPO.CO, Jakarta -Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia akan mengkaji surat edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi yang mengharuskan lulusan sarjana membuat jurnal ilmiah. "Minggu depan kami akan mengkaji lagi keharusan membuat jurnal ilmiah dari A sampai Z agar cepat selesai," kata Ketua Asosiasi Edy Suandi Hamid kepada Tempo, Selasa, 21 Februari 2012.
Edy menjelaskan, persyaratan jurnal ilmiah ini harus dipikir secara matang. Pemerintah sebaiknya juga mengkaji dampaknya. Termasuk, perlunya sosialisasi dan pelatihan.
Menurut dia, maksud pemerintah ini jelas sangat baik. "Siapa yang tak ingin semua sarjana kami bisa nulis di jurnal," katanya. Tapi maksud itu tak bisa langsung diterapkan karena menimbulkan kontroversi. "Kebijakan instan akan melahirkan jurnal-jurnal instan juga," kata Edy
Namun, Edy menginginkan persoalan ini bisa jernih betul. Ia menilai pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh hanya mendiskreditkan Perguruan Tinggi Swasta. Sebelumnya, Nuh mengatakan pembuatan jurnal ilmiah sifatnya wajib. Tapi, pemerintah hanya bisa mengawasi pelaksanaannya di kampus negeri. "Seharusnya tidak ada perbedaan antara Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta," ujarnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi membuat surat edaran pada 27 Januari lalu. Isinya, ulusan program sarjana harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah, lulusan program magister harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah nasional yang terakreditasi Direktorat. Sedangkan lulusan program doktor harus menghasilkan makalah dan diterima untuk terbit pada jurnal internasional. Publikasi karya ilmiah dalam jurnal ilmiah akan diberlakukan pada Agustus mendatang.
AFRILIA SURYANIS