TEMPO.CO, Bandung - Bekas Kepala Cabang Bank Mega Jababeka, Cikarang, Bekasi, Itman Harry Basuki, divonis 6 tahun penjara dalam perkara korupsi dana Rp 111 miliar milik PT Elnusa Tbk, yang didepositokan di Bank Mega Jababeka, Cikarang.
Majelis hakim memvonis Itman tindak pidana korupsi sesuai Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Antikorupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu jo Pasal 64 KUHP.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Itman Harry Basuki dengan pidana penjara selama 6 tahun penjara, denda Rp 300 juta subsider kurungan 4 bulan," ujar ketua majelis hakim, G.N. Arthanaya, saat membacakan putusan atas Itman di Pengadilan Tipikor Bandung, Selasa, 14 Februari 2012.
Selain itu, Itman dihukum membayar uang pengganti kerugian negara sesuai jatah dana haram yang didapatnya. Pria 41 tahun ini harusnya membayar uang pengganti Rp 1,4 miliar. Namun, karena sebagian, yakni Rp 200 juta, sudah diberikan dan harus diganti oleh terdakwa Richard Latief, maka Itman cuma dihukum membayar sisanya. "Menghukum terdakwa Itman Harry Basuki membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 1,2 miliar," kata Arthanaya.
Vonis Itman lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum. Dalam persidangan sebelumnya, jaksa menuntut agar Itman dihukum 12 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider kurungan 6 bulan, serta mengganti kerugian negara Rp 1,4 miliar.
Dalam pertimbangan majelis, Adriano memaparkan, Itman bersekongkol melakukan korupsi bersama Direktur Keuangan PT Elnusa Santun Nainggolan serta para bos PT Discovery Indonesia dan PT Harvest, Ivan Ch Litha dan Andhy Gunawan, serta kawan mereka, Richard Latief. Andhy, Richard, Santun, dan Latief sudah divonis kemarin dengan pidana penjara 4 hingga 9 tahun.
Itman bersama Santun dan Ivan, kata Adriano, terbukti sejak awal membobol duit Elnusa dengan cara mengubah penempatan dana Elnusa dalam deposito berjangka 1-3 bulan senilai total Rp 161 miliar di Bank Mega Jababeka menjadi deposito on call harian di bank yang sama. Pengubahan ini dilakukan berkali-kali tanpa seizin dan sepengetahuan Direktur Utama PT Elnusa Eteng A. Salam. Dari rekening deposito on call, dana lalu dialirkan ke rekening PT Discovery dan PT Harvest untuk 'diputar'.
Demi rekayasa penempatan tersebut, Itman dan Ivan meminta Richard untuk memesan beberapa berkas blanko advis deposito berjangka Bank Mega palsu dengan biaya Rp 200 juta. Blanko advis tiruan tersebut lalu diisi data palsu atas nama PT Elnusa dengan pula memalsukan tanda tangan Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT Elnusa. Peniruan dan pemalsuan tanda tangan para bos Elnusa itu berkali kali dilakukan oleh Zulham atas perintah Ivan dan persetujuan Itman.
Setelah itu, Itman selalu menyerahkan advis deposito palsu itu langsung kepada Santun setiap kali Elnusa usai menyetor dana. Itu agar Elnusa tetap mengira bahwa dana mereka di Bank Mega disimpan di rekening deposito berjangka. Padahal semua duit itu ditempatkan di rekening palsu Elnusa dalam wujud deposito on call untuk dicairkan dan ditransfer ke rekening perusahaan Ivan dan Andhy. Pencairan dan transfer duit Elnusa ke perusahaan Ivan itu dilakukan atas tanda tangan persetujuan palsu yang pula dibuat Zulham.
Atas putusan majelis hakim, kubu terdakwa dan tim jaksa penuntut dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat sama-sama menyatakan pikir-pikir. "Meskipun kami masih timbang-timbang, kami tetap menganggap putusan majelis ini tak sesuai harapan. Apakah nanti akan banding atau menerima putusan, itu tergantung klien kami sendiri nanti," ujar Dwi Hery Sulistiawan, penasihat Itman, seusai sidang.
ERICK P. HARDI