TEMPO.CO, Jakarta- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud Md mengaku tak risau dengan penghentian penyelidikan kasus surat palsu. Menurut Mahfud, politikus Partai Demokrat Andi Nurpati yang diduga terlibat dalam kasus ini sudah mendapat penghakiman secara sosial selama ini.
"Hukuman untuk orang tak hanya pidana, tapi sanksi moral dan sanksi sosial,” ujar dia seusai menghadiri acara pengukuhan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menjadi Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada di Gedung Pusat Balai Senat UGM Yogyakarta, Senin, 6 Februari 2012.
Sebelumnya penyidik Kepolisian RI menyatakan tak ada bukti baru untuk melanjutkan penyidikan kasus surat palsu. Mahfud mengatakan sebagai pelapor ia menyerahkan hak penentuan nasib kasus itu ke kepolisian. Meski proses hukum tak sampai mengarah pada Andi Nurpati, elama ini sudah ada sanksi sosial yang berjalan.
Apa pun logika hukum yang dipakai oleh penyidik Kepolisian untuk menghentikan kasus ini, kata Mahfud, publik sudah bisa menilai siapa yang bersalah. Menurut dia sanksi hukum tak cuma dalam logika hukum legal saja, tapi penilaian publik juga termasuk sanksi hukum secara sosial.
"Masyarakat sudah tahu, polisi sudah tahu, kita sudah tahu, pengadilan sudah tahu. Ada logika hukum formal, ada logika hukum awam," kata dia.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Timur Pradopo awal pekan ini menyatakan mandegnya kasus surat palsu disebabkan oleh tidak adanya bukti baru yang ditemukan oleh penyidik. “Penyidik belum ada bukti permulaan yang cukup,” kata Timur saat Rapat Kerja dengan Komisi Hukum di gedung MPR/DPR, Rabu 1, Februari 2012.
Sebelumnya terdakwa kasus pemalsuan surat MK, Masyhuri Hasan, divonis satu tahun penjara. Vonis ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa, yakni selama 1,5 tahun. Sementara, bekas panitera MK, Zainal Arifin Hoesein hingga saat ini berkasnya masih P-19. Kejaksaan beberapa mengembalikan berkas perkaranya ke kepolisian.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM