Melalui penasehat hukumnya, laki-laki kelahiran Kulon Progo 44 tahun lalu ini usai vonis langsung mengajukan banding. Oditur Militer Letkol CHK Roesdi HR SH menyatakan pikir-pikir terhadap keputusan itu.
Majelis hakim militer yang terdiri dari hakim ketua Kolonel Kowad CHK Hani Sunarni SH, hakim anggota Kapten CHK Sumardianto SH dan Kapten CHK Sutadi SH menyatakan bahwa Edy Wuryanto terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan, melanggar pasal 417 KUHP. Ia, sebagai seorang yang memiliki jabatan, telah menggelapkan barang karena jabatannya.
Dalam amar putusan yang dibacakan majelis hakim sekitar dua jam secara bergantian itu, antara lain dikatakan bahwa Edy kurang menghayati prosedur hukum yang berlaku, sehingga dalam menjalankan tugasnya tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Edy juga tidak memperhatikan kepentingan orang lain, padahal akibat perbuatannya (mengambil blocknote) menimbulkan harapan keluarga akan terungkapnya kasus Udin.
Sidang yang dihadiri sekitar 150 orang itu sebagian besar merupakan pendukung Edy. Mereka datang dari Kanoman, Banjararum, Kalibawang, Kulon Progo dengan mencarter mobil. Di Mahkamah Militer, mereka menggelar poster dengan jenis tulisan sama, sebagian besar isinya menghujat Budi Hartono, penasehat hukum Ny Marsiyem. Antara lain berbunyi: “Demi Keadilan Bebaskan Pak Edy, Adili Pemeras Rakyat Budi H”, “Bebaskan Edy, Jangan Jadi Ambisi Budi H”.
Menurut Riyadi Mujiarto (42), adik kandung Edy, rata-rata mereka yang hadir di persidangan itu adalah orang yang pernah ditolong Edy. Kebetulan kemarin saat ada pelayatan di desa Kanoman rencana persidangan itu diumumkan. "Karena itu, mereka sepakat akan ikut hadir," kata Riyadi. Ia menolak keras kalau kakaknya dikatakan sebagai perekayasa kasus Udin. "Kakak saya itu hanya menjadi korban opini yang dibuat wartawan," kata dia.
Bagi majelis hakim, ada beberapa catatan hal-hal yang meringankan, antara lain Edy belum pernah dihukum, cukup lama mengabdi di lingkungan Polri, telah menerima penghargaan dari pemerintah dan negara berupa satya lencana 8 tahun dan 16 tahun, bersikap sopan di persidangan.
Hal-hal yang memberatkan, antara lain tidak menunjukkan adanya penyesalan, perbuatan terdakwa telah mencemarkan nama baik Polri khususnya Polres Bantul di mata masyarakat. Selain itu Edy Wuryanto dianggap mempersulit penyelesaian perkara di persidangan karena tiga kali dipanggil tidak hadir, sehingga terdakwa ditangkap oleh petugas.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, mahkamah militer berpendapat, pidana yang tercantum dalam dictum sudah adil dan seimbang dengan kesalahannya. "Karena itu terdakwa Edy Wuryanto harus dipidana dan dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp 4000. Karena mahkamah tidak ada alasan kuat untuk tetap menahan terdakwa, maka terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan," kata Hani.
Seusai sidang, Edy menolak untuk memberi komentar. "Semua saya serahkan atasan saya. Saya tidak mau ngomong, dari pada salah," ujarnya. H Ramdlon Naning SH, salah seorang penasehat hukum Edy, usai persidangan mengatakan, aspek yuris dalam pertimbangan majelis hakim itu belum memenuhi kualifikasi yang sempurna. Ia melihat, dari unsur-unsur hukum menunjukkan kasus Edy tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Penasehat hukum Edy yang lain, Aprilia Supaliyanto SH mengatakan, sambil menunggu proses banding, Edy akan kembali ke kesatuannya. (ln idayanie)