TEMPO Interaktif, Jakarta- Kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur. Kali ini menimpa jurnalis Erende Pos, Endang Sidin, yang diancam akan dibunuh, Jumat, 16 Desember 2011.
Acaman yang dialami Endang terkait dengan pemberitaannya menyangkut keterlibatan pegawai negeri sipil di Polisi Pamong Praja Kabupaten Rote Ndao berinisial JT dalam penetapan pemenang tender proyek rehabilitasi jalan di Desa Kuli, Kecamatan Lobalain, Kabupaten Rote Ndao, dengan dana Rp 180 juta. "JT menangi tender itu dengan dana Rp 167 juta," kata Endang ketika dihubungi Tempo dari Kupang.
Endang mengaku berlindung di ruang kerja Sekretaris Daerah Rote Ndao, Agustinus Orageru, dan berupaya menghubungi aparat Kepolisian Resor Rote Ndao untuk mengeluarkannya dari ruang Sekretaris Daerah, tapi gagal. Endang kembali berupaya menghubungi beberapa rekan wartawan dan anggota DPD RI Sarah Lery Mboeik dan meminta menghubungi Kapolda NTT.
Endang mengaku tidak bisa keluar dari ruang Sekretaris Daerah Rote Ndao karena JT menunggu di depan pintu ruangan itu, sambil mengancam akan membunuhnya. Endang bertahan di ruang sekretaris daerah selama 30 menit. "Dia (JT) tunjuk saya, bahwa saya akan bunuh lu (kau)," katanya.
Tidak lama berselang, katanya, Endang akhirnya dibebaskan Kasat Lantas Polres Rote Ndao, Adibu Ngulu. Akibat penyekapan itu, Endang syok dan harus menjalani pemeriksaan ke dokter karena penyakit jantungnya kumat. "Sakit jantung saya kambuh lagi," kata Endang sambil terengah-engah.
Redaktur pelaksana Erende Pos, Eras Poke, mengatakan akan melaporkan ancaman itu ke polisi. Jika terjadi sesuatu, ia akan meminta pertanggungjawaban polisi. "Saya sudah minta Endang melaporkan masalah itu ke polisi," katanya.
Sebelumnya, rumah wartawan Rote Ndao News, Dance Henuk, dibakar sekelompok orang karena pemberitaannya terkait alokasi dana desa di Desa Kuli, Kecamatan Lobalain. Akibatnya, seorang anaknya meninggal dunia karena syok.
YOHANES SEO