TEMPO Interaktif, Jayapura – Kepolisian Daerah Papua masih terus memeriksa sekitar 30 anggotanya terkait kasus pembubaran paksa Kongres Rakyat Papua III di Abepura pada 19 November 2011.
Para perwira kepolisian yang diperiksa sebagai saksi di antaranya mantan Kapolresta Jayapura Imam Setiawan, Kabag Ops Polresta Jayapura Kompol Junoto, Kasat Reskrim Polresta Jayapura AKP Ridho Purba, dan Kapolsekta Abepura Kompol Arie Sirait.
“Betul, pemeriksaan dilakukan oleh Propam terhadap anggota yang melakukan pengamanan pada saat kongres, masih berlangsung sampai sekarang,” kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Papua, Komisaris Besar Polisi Wachyono, Kamis, 17 November 2011.
Wachyono mengatakan, belum ada penetapan tersangka dalam kasus ini. “Belum ada, kita tunggu hasil penyelidikan yang dilakukan penyidik,” katanya.
Ia menjelaskan, saat pembubaran pada tanggal 19 Oktober 2011 lalu, polisi menembak menggunakan peluru karet dan peluru hampa. Jadi, tidak benar bila korban yang tewas, pelakunya adalah kepolisian. “Semuanya masih diperiksa, kita tunggu saja hasil pemeriksaan,” ujarnya lagi.
Baca Juga:
Sementara itu, atas penemuan tiga mayat dalam insiden pembubaran paksa, kata Wachyono, disidik oleh bagian reskrim. “Kalau anggota kami diperiksa Propam.”
Ia menegaskan, kepolisian hanya melakukan pengamanan di dalam dan luar lokasi kongres di lapangan Zakeus, Padang Bulan. Tidak sampai keluar hingga ke TKP penemuan mayat di belakang markas Korem 172/PWY di Abepura.
Kongres Papua III mendeklarasikan Negara Federasi Papua Barat. Kongres ini dianggap makar setelah memilih presiden dan perdana menteri. Bahkan ditetapkan juga lagu kebangsaan, bendera, bahasa, dan lambang negara.
Presiden Negara Papua adalah Ketua Dewan Adat Papua Forkorus Yaboisembut. Perdana menterinya adalah Edison Waromi. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka karena melanggar Pasal 110, 106, dan 160 KUHP tentang Makar.
Tersangka lain yang dijerat tuduhan makar yakni August Makbrawen Sananay Kraar; Selpius Bobi, Ketua Panitia Kongres; dan Dominikus Sirabut, aktivis HAM Papua. Sementara seorang lainnya, Gat Wenda, dijerat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 karena terbukti membawa senjata tajam.
JERRY OMONA