TEMPO Interaktif, Surabaya - Para ahli waris Wage Rudolf Soepratman menuntut uang kompensasi atas kepemilikan biola pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya itu. Biola bersejarah itu kini tersimpan di Museum Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta.
“Meski sekarang disimpan di museum dan diakui sebagai milik pemerintah, tapi sebenarnya status biola itu masih milik Om Pratman,” kata Oerip Soedarman, 78 tahun, salah seorang kemenakan WR Soepratman di Surabaya kepada Tempo, Kamis, 27 Oktober 2011.
Bersama Soehendro, 81 tahun, kemenakan Soepratman yang lain, Oerip pernah dua kali mengirim surat ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono perihal kompensasi biola itu. Surat pertama dikirim pada 14 Desember 2004 dan yang kedua pada 16 April 2007. “Tapi belum ada respon sampai sekarang,” imbuh Oerip.
Oerip membantah jika permintaan kompensasi itu dimaksudkan untuk mencari keuntungan pribadi. Sebab, ia merasa sudah hidup berkecukupan sebagai pensiunan pegawai Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur. “Tapi ini menyangkut hak,” ujar Oerip.
Oerip lantas membandingkan ketika pemerintah memberikan uang kompensasi atas lagu kebangsaan Indonesia Raya pada 1956. Ketika itu ahli waris Soepratman mendapat kompensasi berupa uang sebesar Rp 250 ribu. “Kenapa biolanya tidak?” kata Oerip.
Dia menceritakan, pada 1950 pihak keluarga sengaja menitipkan biola itu ke museum karena ada perempuan yang mengaku-ngaku sebagai istri Soepratman dan meminta biola tersebut. Padahal, sampai meninggal di usia 35 tahun, Soepratman tak pernah menikah.
Biola itu sendiri, kata Oerip, merupakan pemberian W.M Van Eldik alias Sastro Suharjo, kakak ipar Soepratman. Sastro adalah anggota marching band Belanda yang memperkenalkan dunia musik kepada Soepratman. “Dari penelusuran saya, biola itu dibuat pada awal abad 20 di Italia. Tapi ada yang bilang dibikin di Austria,” kata Oerip.
Biola itu pernah dipakai Soepratman untuk memimpin menyanyikan lagu Indonesia Raya pada Sumpah Pemuda 1928 di Jakarta. Sang komponis terakhir kali memegang biola itu pada 7 Agustus 1938 saat memimpin para pandu KBI menyanyikan lagu Matahari Terbit di gedung NIROM, Jalan Embong Malang, Surabaya.
Sore harinya Soepratman ditangkap polisi Belanda dan dijebloskan ke penjara Kalisosok karena judul lagunya dianggap mendukung Jepang. Sepuluh hari kemudian, Soepratman meninggal di rumah kakak tertuanya, Roekijem Soepratinah, di Jalan Mangga 21, Surabaya.
Beruntung biola kesayangan Soepratman masih bisa diselamatkan oleh Roekijem. “Om Pratman meninggal dengan luka dalam yang lumayan parah, mungkin akibat disiksa saat di penjara,” kata Oerip.
KUKUH S WIBOWO