TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas menilai revisi Undang Undang KPK yang digagas oleh DPR belum perlu dilakukan. Namun, ia menghormati niat Komisi Hukum DPR itu. "Sampai kini KPK berpendapat sebetulnya itu belum perlu dilakukan, revisi UU KPK. Tapi kalau DPR mau melakukan itu, ya, kami hormati," kata Busyro di sela rapat dengar pendapat dengan Komisi Hukum DPR, Rabu, 26 Oktober 2011.
Busyro beralasan, sebagai lembaga yang menggunakan acuan kerja pada UU KPK, lembaga antikorupsi ini menilai undang-undang tersebut masih relevan. "Ya, karena kami sebagai pelaksana undang-undang itu masih merasa bisa melaksanakan tugas sesuai undang-undang dan tidak terkendala. Apalagi kendala politik, sama sekali enggak ada," ujar dia. Hanya saja, ia menyarankan, kalaupun hendak diubah, DPR terlebih dulu melakukan penilaian akademik melibatkan unsur-unsur filosofis dan sosiologis.
Komisi Hukum DPR berencana menginisiasi revisi Undang-undang KPK. Komisi menyoroti setidaknya 10 poin terkait kewenangan KPK yang dinilai perlu ditinjau ulang. Di antaranya, wewenang penyadapan, perlunya KPK diberi wewenang menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), keberadaan penyidik dan penuntut independen, serta pembatasan nilai perkara korupsi yang bisa ditangani KPK.
Terkait penyidik independen, Busyro menilai hal itu sudah diatur dalam UU KPK dan pada saatnya KPK akan meninjau. "Itu kan sudah diatur undang-undang, jadi pada saatnya nanti langkah-langkah untuk penyidik independen pasti ada," ujar dia.
Busyro berpendapat penyidik dari Kepolisian masih memadai, walaupun dari segi jumlah masih kurang. Sebab, KPK menerima laporan dan pengaduan dari masyarakat dalam jumlah besar. "Tapi kan itu artinya trust kepada KPK jelas, kan," katanya.
MAHARDIKA SATRIA HADI