TEMPO Interaktif, Tangerang - Empat terdakwa bom di Masjid Adz Dzikra Markas Polres Cirebon, Jawa Barat, terancam hukuman mati. Keempat terdakwa itu Achmad Basuki alias Uki Bin Abdul Ghofur (28), Arif Budiman Bin Akmaludin Sastra Pawira (39), Andre Siswanto alias Hasim Attaqi alias Uncu alias Ujang bin alm Junin Mangkuto Alam (32), Musola alias Saifullah alias Muhamad Ibrohim Musa (35) hari ini, 25 Oktober 2011, menjalani persidangan perdana di Pengadilan Negeri Tangerang.
Bersama mereka juga didakwa Mardiansyah alias Ferdi alias Abu Maryam (26), penyedia dan penyimpan senjata api FN dan peluru untuk Maulana alias Muklis, teroris yang tewas ditembak Tim Densus 88 di Cikampek, Jawa Barat.
Keempat terdakwa bom Cirebon disidang secara terpisah dengan masing-masing majelis hakim yang berbeda. Tim jaksa penuntut dari Kejaksaan Agung terdiri dari Soeroyo, Izamzan, Yuliarni, Teguh Suhendro dan Riyadi dari Kejaksaan Negeri Tangerang. Pada pokoknya tim jaksa penuntut mendakwa kelima terpidana dengan tudingan pemufakatan jahat, percobaan atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme.
"Perbuatan tedakwa melanggar pasal 15 jo pasal 9 Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2003 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI Nomor 1 Tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme menjadi undang-undang. Sesuai pasal itu terdakwa diancam hukuman maksimal mati.
Terdakwa Achmad Basuki merupakan adik Muhamad Syarif, pelaku tewas bom bunuh diri di Masjid Adz Dzikra, Mapolres Cirebon. Jaksa Riyadi menyebutkan bahwa Uki adalah anggota organisasi JAT wilayah Cirebon yang diketuai Agung Nuralam alias Abu Usama. Selain dia, juga tercatat dalam JAT terdakwa Arif Budiman dan terdakwa Musola serta sejumlah orang lainnya.
"Setelah mendapat ilmu jihad dari Ustad Nuralam, terdakwa bersama kakaknya, Syarif, membuat senjata jenis pulpen caliber 9 dan cara memasak atau membuat peluru serta belajar merakit bom dari internet,"kata Jaksa Riyadi di hadapan majelis hakim yang dipimpin Syamsul Bachri Harahap. Bahkan Syarif sempat pamer senjata pulpen itu kepada gurunya dan dipuji oleh Nur Alam bahwa senjatanya bagus untuk berjihad.
Syarif dan terdakwa Uki disebut jaksa juga sedang melakukan I'dad persiapan jihad dengan latihan menembak dengan senjata api rakitan untuk persiapan menghadapi musuh togut, yakni TNI, penegak hukum, Amerika dan masjid Dhiror (masjid yang tidak boleh digunakan untuk sholat).
"Selain untuk mempersiapkan jihad, Syarif juga sering mendakwahi terdakwa pemahaman jihad dengan cara istihadi (bunuh diri menggunakan bom atau menjemput kematian),"kata Jaksa Riyadi.
Syarif juga mempersiapkan adiknya sebagai 'pengantin.' Bahkan dua hari sebelum menjemput kematiannya, Syarif menelepon adiknya Uki pada 13 April 2011 dan menitipkan pesan agar mengambil barang (bom) yang sudah dirangkai di rumah Arif Budiman (terdakwa lain). Di telepon itu Syarif berkata, "Barang sudah jadi, kamu tenang saja akan dapat warisan. Ambil barang di Pak Arif di Jalan Suratno dan nanti malam sholat Tahajud kali kamu dapat inspirasi."
Pada 15 April 2011 pukul 11.15 WIB, Syarif mendatangi rumah Arif dan menitipkan tas yang belakangan diketahui berisi rakitan bom, sepeda motor tanpa STNK, HP Nokia, uang Rp 1.050.000 untuk istrinya Sri Mulat di Prapatan Panjalin, Majalengka, dan plastik kresek putih berisi pakaian kotor. Setelah menerima titipan, Arif bertanya "Syarif mau ke mana?" Dan dijawab Syarif, "akan pergi jauh."
Syarif juga menanyakan kepada Arief apakah masjid di Polres Cirebon bisa dipakai untuk umum, namun Arif balik bertanya apakah Syarif hendak menyerahkan diri karena beberapa waktu sebelumnya dia mengaku berduel dan membunuh tentara dengan pisau setelah ketahuan merampas harta (fai).
Selanjutnya Arif baru tahu ada peledakan bom di masjid Polres Cirebon setelah melihat tayangan televisi. Pada saat itu adik Syarif, Uki, sedang berada di rumah Arif dan berencana mengambil barang titipan kakaknya itu. Arif pun merasa yang mengebom masjid itu Syarif karena jaketnya sama persis seperti yang dia lihat sebelum dia berangkat ke Polres. Uki pun mengurungkan niatnya mengambil barang-barang titipan Syarif karena takut ditangkap polisi.
Ketakutan juga menyergap Arif. Apalagi setelah kejadian itu Uki ditangkap polisi. Arif lalu menelepon Musola dan Andre Siswanto alias Hisam untuk membawa barang-barang Syarif dan membuangnya ke Sungai Soka. "Perbuatan Musola dan Hasim yang membuang rangsel berisi tujuh buah bom membahayakan keselamatan jiwa orang-orang di sekitar," kata Jaksa Yuliarni di hadapan ketua majelis hakim Riyadi Sunindyo di ruang sidang berbeda.
Menanggapi dakwaan jaksa, keempat terdakwa menyatakan tidak mengajukan bantahan. Mereka berkonsultasi kepada tim pembela muslim (TPM) yang membelanya. Nurlan dari TPM Sulawesi Tengah menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi (keberatan). "Untuk efektivitas waktu," katanya.
Ketua majelis perkara Uki, Hakim Syamsul Bachri Harahap, kemudian meminta jaksa penuntut umum menghadirkan saksi-saksi terutama saksi mata yang menjadi korban bom Cirebon. Demikian pula Ketua Majelis perkara Arif Budiman, hakim Thamrin Tarigan, mengatakan sidang akan dilanjutkan pada Rabu, 3 November 2011 mendatang.
AYU CIPTA