TEMPO Interaktif, Surabaya - Surabaya segera memiliki sebuah gedung bersejarah bernama Monumen Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama. Berada tepat di samping teras gedung PCNU di kawasan kota tua di Jalan Bubutan VI/2 Surabaya, monumen itu rencananya akan diresmikan Ahad, 23 Oktober 2011.
Ketua PCNU Surabaya, Kiai Saiful Chalim mengatakan, peresmian akan ditandai dengan penandatanganan monumen yang akan dilakukan oleh Rais Aam PBNU Kiai Sahal Mahfudh dan Ketua Umum PBNU Kiai Said Aqil Siraj.
Selain ditandatangani dua orang pimpinan PBNU, peresmian monumen akan dimeriahkan dengan apel ribuan banser, serta beberapa badan otonom NU lainnya, semisal Pagar Nusa, Banser, serta pelajar Ma'arif NU.
Beberapa tokoh tua NU juga akan membacakan kesaksiannya terkait resolusi jihad NU yang melegenda itu. Mereka yang akan memberikan kesaksian di antaranya adalah Kiai Muchid Muzadi, Kiai Sholeh Qosim, serta istri mendiang Bung Tomo, Sulistiana. "Monumen ini sekaligus tetenger jika NU pernah mengeluarkan resolusi jihad untuk memerangi penjajah," kata Chalim, Jumat, 21 Oktober 2011.
Monumen ini diharapkan menjadi petunjuk bagi umat Islam sehingga tak keliru dalam memahami hakikat dari jihad. Karenanya, dalam pembukaan juga akan digelar sarasehan memaknai hakikat jihad.
Ketua Panitia Pembangunan Monumen, M. Tosin menceritakan, resolusi jihad NU dicetuskan oleh beberapa ulama kharismatik NU se-Jawa dan Madura seperti Kiai Hasyim Asy'ari, Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Bisri Syamsuri, Kiai M. Dahlan, Kiai Tohir Bakri, Kiai Ridwan Abdullah, Kiai Sahal Mansur, Kiai Abdul Djalil, Kiai M. Ilyas, Kiai Abdul Halim Siddiq, serta Kiai Sifudin Zuhri.
"Resolusi jihad ditulis di kantor PCNU Surabaya (yang sekarang), dulu kantor PCNU dijadikan kantor PBNU sebelum 1955," katanya. Fatwa resolusi jihad ini dikeluarkan 20 hari sebelum meletusnya pertempuran hebat di Surabaya pada 10 November 1945 (kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan).
Resolusi jihad yang dikeluarkan NU pada 21 Oktober 2011 ini setidaknya mewajibkan kepada seluruh warga Muslim, terutama laki-laki yang tinggal di radius 94 kilometer dari Surabaya, melakukan jihad melawan penjajah. Bagi mereka yang tewas dalam pertempuran melawan penjajah, para ulama sepakat mendalilnya sebagai mati sahid.
"Yang wajib jihad hanya radius 94 kilometer, di luar itu hanya wajib memberikan bantuan makanan dan doa," ujarnya.
FATKHURROHMAN TAUFIQ