TEMPO Interaktif, Bandung - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menaikkan status Gunung Tambora dan Anak Ranakah menjadi siaga atau level III. “Aktivitasnya sudah tinggi,” kata Kepala PVMBG Dr Surono saat dihubungi Tempo, Jumat, 9 September 2011.
Sebelumnya, dua gunung itu dinaikkan statusnya akhir Agustus 2011 lalu dari normal menjadi waspada. Lalu dua gunung itu dinaikkan lagi statusnya menjadi siaga mulai 8 September 2011 pukul 16.00 WIB setelah aktivitasnya naik signifikan.
Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat menunjukkan peningkatan aktivitas kegempaan, baik gempa vulkanik dangkal dan dalam. Pada 7 September misalnya, tercatat 32 kali gempa vulkanik dalam 6 jam yang dikhawatirkan memicu aktivitas yang lebih besar. ”Suka tidak suka, mau tidak mau, kita naikkan statusnya menjadi siaga,” kata Surono.
Lembaga itu merekomendasikan agar warga di seputaran Tambora tidak melakukan aktivitas apa pun di Kawasan Rawan Bencana III gunung itu, yaitu dalam radius 3 kilometer dari titik erupsi gunung itu yakni Kawah Doro Api Toi. “Gunung ini punya sejarah letusan yang tidak ramah,” kata Surono.
Pada 1815, Gunung Tambora sempat meletus. Gunung itu melontarkan hujan abu dan material letusan dengan volume mencapai 100 sampai 150 kilometer kubik. Tinggi payung letusannya saat itu diperkirakan mencapai hampir 40 kilometer dari gunung api. Letusan itu menyisakan kaldera di puncak Tambora dengan diameter 7 kilometer. Di tengah kaldera itu kini tumbuh kerucut kecil, titik erupsi gunung itu, yakni Kawah Doro Api Toi.
Sama seperti Tambora, aktivitas kegempaan Gunung Anak Ranakah di Nusa Tenggara Timur juga meningkat. Asap putih juga terlihat sudah membumbung dari puncak gunung itu. ”(Gempa) tremornya pun sudah muncul,” kata Surono.
Kubah lava gunung itu yang makin membesar, menyimpan bahaya jika runtuh dan dapat menghasilkan aliran awan panas. Pada 11 Januari 1988 lalu, gunung itu sempat meletus disertai ketinggian asap hingga 8 kilometer disertai luncuran aliran awan panas.
Surono mengatakan PVMBG merekomendasikan sejumlah wilayah di seputaran puncak gunung itu agar dihindari. Daerah yang dilarang didekati itu dalam radius 1,5 kilometer dari puncak gunung tersebut, kecuali di arah Barat Laut, tepat di arah kawah gunung itu membuka.
Khusus di arah Barat Laut gunung itu, PVMBG melarang masyarakat mendekati hingga radius 7 kilometer. Terutama, kata Surono, di lembah Sungai Wae Reno dan Wae Teko. “Sungai itu seperti lorong, kami takut di sini ada (luncuran) awan panas,” kata Surono.
Bersamaan dengan dinaikkan status dua gunung itu, mulai 8 September 2011 pukul 16.00 WIB, Pusat Vulkanologi menurunkan status Gunung Soputan dan Gunung Ibu dari siaga menjadi waspada atau level II.
Surono mengatakan Gunung Soputan dan Ibu menunjukkan penurunan aktivitas. Soputan misalnya, saat ini sedang dalam proses mencapai kesetimbangan baru. Letusan masih mungkin terjadi. ”Tapi tidak begitu besar,” katanya.
AHMAD FIKRI