TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan bahwa ia tahu soal penangkapan anak buahnya oleh tim KPK, Kamis, 25 Agustus 2011 kemarin. Namun dia mengaku tak tahu-menahu soal kasus suap yang menimpa dua orang pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu. "Itu clear, saya enggak tahu apa-apa. Saya enggak terlibat," kata Muhaimin di Jakarta, Jumat, 26 Agustus 2011.
Meski begitu, Muhaimin berkomitmen menjadikan kasus ini sebagai bahan evaluasi internal Kementerian Tenaga Kerja. "Kami akan ikut menelusuri,” ujar Muhaimin. "Saya juga akan minta semua memberi keterbukaan pengusutan apa pun, kami akan sangat terbuka."
Baca Juga:
Muhaimin mengaku kecewa dan marah dengan munculnya peristiwa itu. Suaranya bergetar saat meladeni wawancara dengan wartawan. Ia berjanji akan melakukan evaluasi dan pemantauan terhadap program-program Kementerian agar berjalan sesuai prosedur. "Saya sungguh terpukul, kenapa peristiwa itu terjadi," ujarnya.
Muhaimin siap bekerja sama dan mendukung KPK menuntaskan kasus dugaan transaksi proyek APBN itu. "Kita akan mendukung KPK untuk melakukan tindakan hukum seterusnya. Saya mendukung KPK mengusut ini semuanya hingga tuntas," kata politikus PKB ini.
Sebelumnya, tiga orang dari Kementerian dan satu broker dicokok Komisi tengah melakukan transaksi suap senilai Rp 1,5 miliar untuk pencairan dana pembangunan infrastruktur proyek kawasan transmigrasi di 19 kabupaten. Dana proyek menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2011 senilai Rp 500 miliar.
Tiga orang Kementerian itu adalah Sekretaris Direktorat Jenderal Pembangunan Kawasan Transmigrasi I Nyoman Suisnaya, Kepala Bagian Program Evaluasi dan Pelaporan Dadong Irbarelawan, serta satu orang staf bernama Syafrudin, yang tertangkap belakangan. Satu orang lagi broker bernama Dharnawati, yang merupakan pegawai swasta.
Di Kementerian ini pada 2008 lalu, juga terjadi kasus korupsi pembangunan pembangkit listrik tenaga surya senilai Rp 8,9 miliar. Kasus tersebut terkuak. KPK juga sudah menetapkan pejabat pembuat komitmen di Ditjen Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi (P2MKT), Timas Ginting, sebagai tersangka.
Dari hasil penyelidikan, Timas diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam pengadaan PLTS. Ia disebut telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat pembuat komitmen dalam pengadaan pekerjaan supervisi PLTS. Ia juga disangka menyetujui pencairan dana untuk membayar rekanan pekerjaan supervisi PLTS yang dimenangkan PT Alfindo Nuratama Perkasa.
Namun dalam pelaksanaannya, pengerjaan proyek malah disubkontrakkan kepada PT Sundaya. Kasus itu juga menyeret Neneng Sri Wahyuni, istri Muhammad Nazaruddin, yang dalam kasus itu disangka sebagai negosiator. Neneng, hingga kini masih menjadi buron KPK.
MUHAMMAD TAUFIK